Sabtu, 13 Agustus 2011

keraton surakarta

   
     Sejarah Karaton SurakartaWednesday, June 15, 2011 10:22 AMKasultanan Mataram Islam didirikan oleh Panembahan Senopati yang berpusat di Plered, yang masuk wilayah Bantul Yogyakarta sekarang ini. Era Mataram Islam ini hanya sampai pada pemerintahan Sinuhun Kanjeng Amangkurat Agung (Amangkurat I) yang merupakan putera Sultan Agung atau cicit Panembahan Senopati. Pada tahun 1726 terjadi pemberontakan Trunojoyo dari Pulau Madura yang akhirnya memaksa Kanjeng Amangkurat Agung mengungsi ke Tegal dan akhirnya meninggal dan dimakamkan disana, tepatnya di Kecamatan Slawi. Sinuhun Kanjeng Amangkurat Agung sebelum meninggal berpesan agar nantinya dimakamkan di Tegal, bukan di Imogiri, hingga sekarang daerah sekitar makam Sinuhun Kanjeng Amangkurat Agung menjadi Kapunden masyarakat sekitar walau penjaga atau juru kunci makam disana masih tetap berstatus abdi dhalem karaton Surakarta Hadiningrat sekarang ini.  Akibat dari pemberontakan Trunojoyo, karaton Mataram Hancur dan sesuai dengan tradisi Jawa yang telah mejadi suatu kesepakatan tradisi bahwa suatu kerajaan jika terjadi pemberontakan atau kebakaran maka harus berpindah ibukota kepemerintahan, dalam hal ini Kasultanan Mataram berpindah dari Plered ke daerah Kartasura yang sekarang masuk wilayah Sukoharjo. Usia ibukota baru Mataram di Kartasura juga tidak bertahan lama, pada tahun 1742 tepatnya pada masa era Sinuhun Paku Buwono II (PB II) terjadi pemberontakan kaum China yang terkenal dengan istilah pemberontakan sunan kuning dibawah pimpinan Raden Mas Garendhi. Latar belakang pemberontakan itu dilatar belakangi faktor kekuasaan, dimana keponakan Sunan sendiri berniat mengambil alih kekuasaan yang sah dengan dibantu kamu China, sedang kaum China sendiri mendapat timbal balik berupa imbalan keleluasaan dalam perekonomian di ruang lingkup kasunanan. Tetapi dalang dari pemberontakan itu tetap pihak VOC atau Belanda yang sudah lama merencanakan Mataram hancur.  Melihat situasi disekitar karaton yang kacau dan tidak memungkinkan untuk bertahan, maka untuk mengantisipasi terjadinya korban jiwa, Sinuhun Paku Buwono II bersama keluarga dan kerabat akhirnya mengungsi untuk sementara waktu ke Ponorogo Jawa Timur guna menyusun kembali kekuatan untuk merebut kembali karaton dari tangan pemberontak. Kartasura akhirnya benar-benar jatuh ketangan pemberontak, dan Raden Mas Garendhi berhasil menduduki tahta Kartasura dengan gelar Kanjeng Sunan Mangkurat V (Susuhunan Prabu Kuning atau Sunan Kuning). Kira-kira satu tahun setelah pemberontakan, Sinuhun Paku Buwono II dari arah Ponorogo dan dibantu oleh VOC menyerbu Kartasura dan akhirnya berhasil merebut kembali Kartasura dari tangan pemberontak. Semangat bangkit Sinuhun Paku Buwono II sendiri timbul karena lantunan sebuah gending yang mebangkitkan semangat Sinuhun untuk merebut kembali karaton yang telah jatuh  di tangan pemberontak. Tetapi kemenangan itu dibayar sangat mahal, bantuan VOC yang sebenarnya tipu muslihat itu dibayar dengan kompensasi lepasnya daerah kekuasaan Mataram bagian pesisir utara ke tangan VOC. Pada waktu Sinuhun Paku Buwono II berhasil merebut kembali Kartasura, karaton Kartasura dalam kondisi rusak parah dan terbakar oleh pemberontakan. Bangunan keraton sudah hancur dan dianggap "tercemar". Akhirnya sesuai tradisi, Sinuhun Paku buwono II lalu memerintahkan Tumenggung Honggowongso (bernama kecil Joko Sangrib atau Kentol Surawijaya, kelak diberi gelar Tumenggung Arungbinang I) dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan pasukan Belanda, J.A.B. van Hohendorff, untuk mencari lokasi ibu kota atau karaton yang baru. Untuk itu dibangunlah keraton baru 20 km ke arah tenggara dari Kartasura. Pada tanggal 17 bulan Sura, tahun Jawa 1670 (20 februari 1745) Sinuhun Paku Buwono II secara resmi memindahkan ibukota dari Kartasura ke desa ditepian sungai Bengawan Solo tersebut. Pada saat ituSinuhun Paku Buwono II bersabda “Dino iki Desa Sala Hingelih Nama Nagari Surakarta Hadiningrat” (Hari ini, desa Sala diganti nama Negara Surakarta Hadiningrat). Sri Susuhunan Paku Buwono II menjadi Sunan terakhir di kasultanan Mataram sekaligus Sunan pertama di Kasunanan Surakarta Hadiningrat karena beliau merupakan pendiri karaton Surakarta. Pada tahun 1755, terjadi perpecahan dalam tubuh kasunanan, dimana Mataram Surakarta terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Perpecahan itu tak lepas dari campur tangan Belanda yang menginginkan pelemahan dalam tubuh pusat Kasunanan supaya mudah dipecah belah dan diadu domba antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Pada saat itu, adik dari Sinuhun Paku Buwono II yaitu pangeran Mangkubumi menginginkan sebuah wilayah yang terpisah dari negeri Induk Surakarta yang merupakan penerus langsung dari Mataram Islam. Akhirnya Sinuhun PB II menyaguhi permintaan pangeran Mangkubumi bahwa pada suatu saat adiknya bisa menjadi raja. Setelah Sinuhun PB II wafat, otomatis digantikan oleh puteranya yaitu Sinuhun PB III,  pangeran Mangkubumi menuntut lagi janji yang telah tersepakati sebelumnya, dan disepakati tetapi pangeran Mangkubumi tidak memerintah di Surakarta, tetapi memerintah di Yogyakarta dengan gelar “Kanjeng Sultan”, tidak boleh menggunakan gelar “Kanjeng Sunan atau Susuhunan” karena gelar “Sunan/Susuhunan” mempunyai tingkatan lebh tinggi dari gelar “Sultan’’, hal itu terjadi dikarenakan Surakarta dianggap sebagai pewaris awal dan sah atas Mataram Islam. Terkait gelar tersebut, ada pembeda pada saat penobatan raja baru, dimana gelar Sunan atau Sinuhun Susuhunan diangkat sumpahnya langsung kepada Allah SWT, sedangkan Sultan pengangkatan sumpahnya masih dungguli Al-Quran. “Setelah Sinuhun Paku Buwono II wafat, terjadi perpecahan dalam tubuh Surakarta, dimana adik dari Sinuhun Paku Buwono II yaitu KP Mangkubhumi menagih janji untuk juga bisa menjadi raja. Akhirnya permintaan tersebut dikabulkan, tetapi Pangeran Mangkubhumi tidak memerintah di Surakarta melainkan di Ngayogyakarta dengan gelar Sultan, tidak boleh menggunakan gelar Sunan. Gelar sunan itu lebih tinggi dari gelar sultan, jika dalam penobatannya, sultan masih diungguli Al-Quran, tetapi jika sunan sumpahnya langsung kepada Allah”.(Wawancara dengan KP Winarnokusumo pada 26 Desember 2010). Menyangkut tentang Beksan Bedhoyo Ketawang,Bedhoyo Ketawang ini menurut sejarahnya, lahir dan dikembangkan di kerajaan Mataram Islam yang dulu berpusat disekitar Kasultanan Ngayogyakarta pada saat sekarang ini. Pada mulanya tari Bedhoyo Ketawang adalah milik kebesaran Kasultanan Mataram Islam waktu belum terpecah. Tetapi sejak perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yaitu terpecahnya Mataram Islam menjadi dua yakni Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, tarian ini secara resmi dimiliki oleh Kasunanan Surakarta. Tari Bedhoyo Ketawang adalah tarian ciptaan Sultan Agung, Raja ketiga Kesultanan Mataram Islam (beberapa sumber menyatakan bahwa tarian ini adalah tarian ciptaan Kangjeng Ratu Kidul secara langsung). Timbulnya tari Bedhoyo Ketawang menurut KRMH Yosodipura diawali dengan gandrungnya Kangjeng Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati yang pada saat itu tengah besemadi di pantai selatan. Akibat gandrungnya Kanjeng Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati, beliau kemudian menciptakan sebuah gending. Gending itu mengisahkan kegandrungan atau manunggalnya perkawinan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati. Gending tersebut tidak tertulis, akan tetapi diciptakan dalam angan-angan. Setelah Panembahan Senopati wafat, ciptaan itu kemudian diturunkan kepada putranya Hanyokrowati, tetapi masih diangan-angan. Baru setelah putranya yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo memerintah, konsep gending yang masih diangan-angan tersebut diciptakan tarian beserta gending pengiringnya hingga sekarang. Alur cerita tari Bedhoyo Ketawang ini melambangkan curahan cinta asmara Kangjeng Ratu Kidul kepada Panembahan Senopati. Semuanya itu terlukis dalam gerak-gerik tangan beserta seluruh bagian tubuh, cara memegang sondher, sikap tangan, gerak kaki, maupun gerakan yang lainnya. Menurut Sinuhun Paku Buwono X, Bedhoyo Ketawang menggambarkan lambang cinta birahi Kangjeng Ratu Kidul/Kangjeng Ratu Kencana Hadisari pada Panembahan Senopati. Segala gerakannya melukiskan bujuk rayu dan cumbu birahi, tetapi dapat selalu dielakkan oleh Sinuhun. Maka Kangjeng Ratu Kidul lalu memohon, agar Sinuhun tidak pulang. Melainkan menetap saja di samudera dan bersinggasana di Sakadomas Bale Kencana, ialah singgasana yang dititipkan oleh Prabu Ramawijaya di dasar lautan. Sinuhun tidak mau menuruti kehendak Kangjeng Ratu Kidul, karena masih ingin mencapai “sangkan paran”. Namun begitu beliau masih mau memperistri Kangjeng Ratu Kidul, turun temurun. Siapa saja keturunannya yang bertahta di pulau Jawa akan mengikat janji dengan Kangjeng Ratu Kidul pada detik saat peresmian kenaikan tahtanya (Hadiwidjojo, 1981:17). Tari Bedhaya Ketawang Keraton Kasunanan Surakarta merupakan reaktualisasi hubungan mistis Panembahan Senapati dengan. Kanjeng Ratu Kidul Kencana Hadisari yang dianggap sangat tua dan bersifat sakral, yang mempunyai kedudukan khusus bagi Karaton Kasunanan Surakarta. Tari Bedhoyo Ketawang mengandung pendidikan dan berbagai makna simbolis yang sangat berarti bagi kehidupan manusia jawa. Gendhing yang dipakai untuk mengiringi Bedhaya Ketawang disebut juga Ketawang Gedhe. Gendhing ini tidak dapat dijadikan gendhing untuk klenengan, karena resminya memang bukan gendhing, melainkan termasuk tembang gerong (Hadiwidjojo, 1981:18).  Sehubungan dengan Bedhoyo, biasanya diambilkan dari nama gendhing pengiringnya, sehingga dapat diketahui berapa usia Bedhoyo tersebut. Biasanya Bedhoyo yang mempunyai umur sangat tua menggunakan alat musik kemanak sebagai pengiringnya, juga gaya sindhenan khusus yang disebut mandaraka. Kemanak sendiri merupakan alat musik kuno yang sudah ada sejak jaman kerajaan Kediri di Jawa Timur pada abad ke-11 masehi yang sangat jelas berumur sangat tua. Adapun gamelan yang mengiringi gendhing Ketawang meliputi lima macam jenis, yaitu : kethuk, kenong, kendhang, gong, dan kemanak. Dari semua itu yang suaranya paling jelas terdengar adalah suara kemanaknya. Dan semua perangkat gamelan itu diletakkan disebelah selatan Pendapa Ageng Sasanesewaka, yaitu antara pendapa dan bangsal Andrawina. Di depan gamelan Kiyai Kadhuk Manis ditempatkan dua buah meja berbentuk persegi panjang tempat meletakkan sesajen yang ditujukan kepada Kangjeng Ratu Kidul/ Kangjeng Ratu Kencana Hadisari. Selama pertunjukan beberapa instrument Gamelan Kiyai Kadhuk Manis ditukar dengan instrument gamelan yang telah dianggap sakral yaitu dua buah kendhang besar yang bernama Nyai Denok dan Kangjeng Kiyai Iskandar. Adapun rebab yang sangat sakral bernama Kangjeng Kiyai Grantang dan Kangjeng Kiyai Lipur, sedang gong besar dinamai Kangjeng Kiyai Kemitir. Di karaton sendiri, Bedhoyo Ketawang disebut dengan sebutan beksan, sedang beksansendiri berasal dari kata “hambekso” yang mempunyai arti mengendalikan diri atau tidak memaksakan kehendak/kemauan, jadi manusia harus mengendalikan nafsu keduniawian yang biasanya selalu mendominasi dalam alam fikir manusia agar tidak terjerumus dan salah langkah, seperti tergambarkan dalam jumlah penari yang berjumlah sembilan orang yang menyimbolkan babagan hawa songo yang berusaha dikendalikan dengan melakukan beksan yang dilangsungkan, jadi tarian yang berlangsung juga mengajarkan pada manusia tentang pengendalian hawa nafsu keduniawian. Terkait hubungan antara tiap raja-raja Surakarta dan Kangjeng Ratu Kidul, sesuai dengan kepercayaan orang-orang Jawa, raja itu dianggap satu-satunya orang yang bisa membangun dan menjaga hubungan anatara alam kodrati dengan (kasat mata) dengan alam adi kodrati (alam sebenarnya). Hal ini menjadi suatu kepercayaan yang dipegang teguh oleh masyarakat Jawa yang masih memegang ajaran budaya Jawa secara penuh (kejawen) dimana raja dianggap mempunyai kekuasaan tanpa batas dan kekuasaannya itu tidak bisa diatur dengan cara-cara yang lumrah di dunia ini. Rakyat mempunyai banayak harapan supaya raja dapat menyelesaikan suatu masalah yang timbul dari alam ghaib. Untuk itulah raja atau Sinuhun mempunyai hubungan dengan Kangjeng Ratu Kidul Kencana Hadisari. TEKS TARI SAKRAL BEDHAYA SEMANG DI KRATON KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRATThursday, June 24, 2010 10:13 AMKINANTHI
Alon tindak kalihipun, Senapati lan sang dewi, sedangunya apepanggya, Senapati samar ngeksi, mring suwarna narpaning dyah, wau wanci nini-nini.
Perlahan jalan keduannya, Senopati dan sang Dewi, selama mereka bertemu, Senopati sebenarnya tidak tahu jelas bagaimana wajah rupa sang Dewi, seperti terlihat nenek-nenek tadi.
.
Mangke dyah warnane santun, wangsul wayah sumengkrami, Senapati gawok ing tyas, mring warna kang mindha Ratih, tansah aliringan tingal, Senapati lan sang dewi.
Lalu nanti wajah rupa sang Dewi berubah kembali lagi sangat menarik hati, Senopati terpesona hatinya melihat kecantikan si Dewi seperti Ratih, mereka saling mencuri pandang selalu, Senopati dan sang Dewi.
.
Sakpraptanira kedhatun, narpeng dyah lan Senapati, luwar kanthen tata lenggah, mungging kanthil kencana di, Jeng Ratu mangenor raga, Senapati tansah ngliring.
Setelah sampai di istana, keduanya sang senopati dan Dewi melepas genggaman tangan kemudian duduk, di atas bunga kanthil emas, Jeng Ratu menggeliatkan badannya, senopati selalu melihatnya dengan mencuri pandang.
.
Mring warnanira Jeng Ratu, abragta sakjroning galih, enget sabil jroning driya, yen narpeng dyah dede jinis, nging sinaun ngegar karsa, mider wrin langening puri.
Melihat pada kecatikan Ratu, mendadak galau/gelisah di dalam hatinya, teringat bahwa si Dewi bukan sejenis manusia, menjadi hilang keinginannya, Senopati berkeliling melihat-lihat keasrian taman puri si Dewi.
.
Udyana asri dinulu, balene kencana nguni, jaman purwa kang rinebat, Gathutkaca lan wre (k.238) putih, bitutaman dirgantara, bale binucal jeladri,
Keasrian/keindahan taman dipuja-puja, ranjang emas kuno, jaman ketika Gathutkaca dan kera putih merebutkannya, berkelahi di angkasa, ranjang terlempar ke samudera.
.
Dhawah teleng samodra gung, kang rineksa sagung ejim, asri plataran rinengga, sinebaran gung retna di, widuri mutyara mirah, jumanten jumrut mawarni.
Jatuh di tengah-tengah samudera raya, yang dijaga oleh mahluk halus, halaman yang asri, bertebaran intan-intan megah, mutiara merah, dan bermacam-macam batu jamrud.
.
De jubine kang bebatur, grebag suwasa kinardi, sinelan lawan kencana, ing tepi selaka putih, sinung ceplok pan rinengga, rukma tinaretes ngukir.
Lantainya agak tinggi, dengan hiasan emas, ditepinya emas putih, berbentuk bunga-bunga mekar dan hiasan berukir-ukiran
.
Tinon renyep ting pelancur, rengganing kang bale rukmi, sumorot sundhul ngakasa, gebyaireng renggan adi, surem ponang diwangkara, kasorotan langen puri.
Terasa sejuk berkilauan, hiasan di ranjang terlihat bercahaya yang sampai menyentuh angkasa, gemerlap cahaya megah, matahari terlihat meredup terkena sorotan cahaya dari puri si Dewi.
.
Gapurane geng aluhur, sinung pucak inten adi, sumorot mancur jwalanya, lir pendah soroting awi, yen dalu kadi rahina, siyang latriya pan sami.
Gapura tinggi megah, diatas puncak berhias intan sangat indah, memancarkan cahayanya, seperti sinar matahari, jika malam seperti siang, siang dan malam menjadi sama.
.
Sigeg rengganing kadhatun, wau ta Sang Senapati, kelawan sang narpaning dyah, tan kena pisah neng wuri, anglir mimi lan mintuna, nggennya mrih lunturireng sih.
Cukup dulu cerita dalam keadaan istana si Dewi, tadi tersebut sang senopati, dan sang Dewi, tidak bias dipisahkan, seperti Mimi dan Mintuno, mereka saling membuka hati.
.
Yen tinon warna Jeng Ratu, wus wantah habsari swargi, tuhu Sang Dyah Wilutama, kadya murca yeng ingeksi, sakpolahe karya brangta, ayune mangrespateni.
Ketika terlihat wajah sang ratu, sudah melebihi wajah Dewi Habsari di surga, sama persis seperti sang Dewi Wilutama, keluar terlihat tingkah lakunya membangkitkan birahi, kecantikannya menawan hati.
.
Kadigbyaning warna sang ru- (k.239) m, ping sapta sadina salin, ayune tan kawoworan, terkadhang sepuh nglangkungi, yen mijil pradanggapatya, lir dyah prawan keling sari.
Sang Ratu mempunyai kesaktian berubah wujud, berubah 7 kali sehari, kecantikan yang terpancar sempurna, terkadang sangat tua, jika terdengar musik tingkah laku si Dewi berubah enjadi seperti gadis kelingsari.
.
Yen sedhawuh jwaleng sang rum, lir randha kepaten siwi, yen praptaning lingsir wetan, warna wantah widadari, tengange lir dyah Ngurawan, Kumuda duk nujwa kingkin.
Apabila sedang memberi perintah, seperti janda yang anaknya meninggal, ketika menjelang ufuk timur muncul wujud berubah seperti bidadari, seperti dewi dari Kurawa, berkuda seperti sedang susah.
.
Lamun bedhug kusuma yu, mirip putri ing Kedhiri, yen lingsir lir Banowatya, lamun asar pindha Ratih, cumpetingsapta sadina, yen latri embah nglangkungi.
Ketika tabuh bedug, mirip putrid di kedhiri, ketika matahari terbenam seperti Banowati, ketika asar berubah seperti Dewi Ratih, 7 kali sehari, ketika malam semakin bertambah cantik.
.
Lawan sinung sekti punjul, dyah lawan samining ejim, warna wigya malih sasra, mancala putra pan bangkit, mila kedhep ing sakjagad, sangking sektining sang dewi.
Serta mempunyai kesaktian tinggi, Ratu dengan sesame mahluk halus, mampu berubah wujud 1000 kali, bias berubah menjadi laki-laki, sehingga berada di seluruh dunia, karena sangat saktinya sang Dewi.
.
Sinten ingkang mboten teluk, gung lelembut Nungsa Jawi, pra ratu wus teluk samya, mring Ratu Kidul sumiwi, ajrih asih kumawula, bulu bekti saben warsi.
Siapa yang tidak tunduk, seluruh mahluk halus dan bangsa manusia di Jawa, para Raja-raja sudah takluk semua, hanya kepada Ratu Kidul saja, mereka takut dan mengabdi, memberi pengabdian setiap tahun.
.
Ngardi Mrapi Ngardi Lawu, cundhuk napra ing jeladri, narpa Pace lan Nglodhaya, Kelut ngarga miwah Wilis, Tuksanga Bledhug sumewa, ratu kuwu sami nangkil.
Gunung Merapi dan gunung Lawu, bermahkota di samudera, Raja Pace dan Nglodhaya, Gunung Kelut dan gunung Wilis, Mata air sembilan Bledug dan Ratu Kuwu semua hadir.
.
Wringinpitu Wringinrubuh, Wringin-uwok, Wringinputih, ing landheyan Alas Ngroban, sedaya wus kereh jladri, Kebareyan Tega- (k.240) l layang, ing Pacitan miwah Dlepih.
7 Beringin, Beringin tumbang, Beringin besar, Beringin putih, di tengah-tengah alas Ngroban, semua sudah dikuasai samudera, Kebareyan tegal laying, di Pacitan serta Dlepih.
.
Wrata kang neng Jawa sagung, para ratuning dhedhemit, sami atur bulubektya, among Galuh kang tan nangkil, kereh marang Guwatrusan, myan Krendhawahana aji.
Merata di seluruh Jawa, para Raja-raja mahluk halus, semua memberi pengabdian, hanya Galuh yang tidak hadir, diperintah oleh Guwatrusan, menghadapi Krendhawahana aji.
.
Wuwusen malih Dyah Kidul, lawan Risang Senapati, menuhi kang boja-boja, minuman keras myang manis, kang ngladosi pra kenyendah, sangkep busana sarwa di.
Menceritakan kembali tentang Ratu Kidul dengan sang senopati, lengkap dengan makanan, minuman keras dan minuman manis, yang melayani para gadis-gadis yang berpakaian bagus-bagus.
.
Bedhaya sumaos ngayun, gendhing Semang munya ngrangin, weh kenyut tyasnya kang mriksa, wileting be (ksa) mrak ati, keh warna solahing beksa, warneng bedhaya yu sami.
Para penari bedhaya maju kedepan, musik gending semang berbunyi nyaring, yang melihatnya membuat rasa hati tenteram, gerakannya menawan hati, bermacam-macam gerakan penari.
.
Senapati gawok ndulu, mring solahe dyah kang ngrangin, runtut lawan kang bredangga, wilet rarasnya ngrespati, acengeng dangu tumingal, de warneng dyah ayu sami.
Senopati terheran-heran terpesona melihat gerakan-gerakan yang gemulai, sesuai dengan alunan irama musik, irama tembangnya menentramkan hati, sampai lama terpana melihatnya, wajah dewi-dewi yang cantik-cantik.
.
Tan lyan kang pineleng kayun, mung juga mring narpa dewi, brangteng tyas saya kawentar, de sang dyah punjul ing warni, kenyataning waranggana, sorote ngemas sinangling.
Tiada yang lain yang dipikirkan hanya di depannya, juga hanya kepada Ratu Kidul, hatinya semakin berdebar-debar, karena sang Dewi lebih unggul kecantikannya dibandingkan penyanyi, Dewi bercahaya seperti emas dicuci.
.
Wuyunging driya sinamun, tan patya magumbar liring, tan pegat sabil ing nala, wau Risang Senapati, enget yen dene jinisnya, dyah narpa tuhuning ejim.
Senopati menutup-nutupi asmara dalam hatinya, tidak terus mengumbar pandangannya hanya sebentar-bentar saja memandang Ratu, tidak berhenti pula perang dalam bathin hatinya, sang senopati teringat bahwa Ratu Kidul bukan dari golongan sejenisnya, sang Ratu yang sebenarnya adalah mahluk halus/jin.
.
Rianos jroning kung, 1) kagugu saya ngranuhi, temah datan antuk karya, (k.241) nggenira mrih mengku bumi, nging narpeng dyah wus kadriya, mring lungite Senapati.
Dalam perasaan senopati terdalam, 1) mengikuti rasa penasaran, agar berhasil tujuan, (k.241) untuk menguasai bumi, akan tetapi sang Ratu sudah tahu, dengan apa yang dipikirkan senopati.
.
Ngunandika dalem kalbu, narpaning dyah ing jeladri, “ Yen ingsun tan nggango krama, nora kudu dadi estri, enak malih dadi priya, nora na kang mejanani.
Berbicara dalam hati, sang Ratu di samudera, “Jika saya tidak perlu menikah, tidak harus menjadi permaisuri, lebih baik mejadi laki-laki, tidak ada yang mempengaruhi.
.
De wis dadi ujar ingsun, anggon sun wadad salamining, ngarsa-arsa pengajapan, temah arsa ngapirani, sunbekane mengko jajal, piyangkuhe ngadi-adi.
Sudah menjadi sumpah saya, berniat untuk menyendiri selamanya, menanti-nanti pengharapan, akan menjadi merepotkan, nanti aku mencoba, keangkuhannya menjadi-jadi.
Wong agunge ing Metarum, dimene lali kang nagri, krasan aneng jro samodra”, kawentar mesem sang dewi, tumungkul tan patya ngikswa, Senapati tyasnya gimir.
Orang besar di Mataram, agar lupa dengan negaranya, kerasan (suka tinggal) di samudera”, sang Dewi mengumbar senyum, kepala menunduk dengan mata menoleh sedikit melihat senopati, hati Senopati menjadi penasaran.
.
Duk liniring mring sanging rum, tambuh surasaning galih, wusana lon anandika, “Dhuh wong ayu karsa mami, wus dangu nggoningsun ningal, mring langene ing jro puri,
Mencuri pandang kepada sang Dewi yang harum, menjadi tidak menentu perasaannya, sambil berbicara halus “Duh putri cantik yang kuinginkan, sudah lama aku memandang, kepada keindahan dalam puri,
.
Pesareyanta durung weruh, kaya ngapa ingkang warni”, nging dyah “Tan sae warninya, yen kedah sumangga karsi, sinten yogi ndarbenana, lun mung darmi anenggani.”
Tempat tidurmu belum tahu, seperti apa kelihatannya tempat tidurmu itu”, Ratu menjawab, “Tidak bagus wujudnya, jika harus melihatnya terserah Anda, siapa yang pantas memiliki, saya hanya sekedar menjaga saja.”
.
Wusira gya jengkar runtung, Sang Sena lan narpa dewi, rawuh jrambah jinem raras, alon lenggah sang akalih, mungging babut pan rinengga, Se- (k.242) napati gawok ngeksi.
Segera mereka beranjak bersama, sang senopati dan sang Dewi, datang ke tempat tidur yang nyaman, keduanya duduk pelan-pelan, diatas permadani yang rapi, Senopati terheran-heran melihatnya,
.
Warneng pajang sri kumendhung, tuhu lir suwargan ngalih, sang dyah matur marang priya, “Nggih punika ingkang warni, tilemane randha papa, labet tan wonten ndarbeni.”
Bermacam-macan hiasan Sri Kumendhung dipajang, terasa seperti syurga berpindah, Sang Ratu berbicara pada sang senopati, “Ya begini lah wujudnya, tempat tidur si janda yang sengsara, karena tidak ada yang memiliki,”
.
Kakung mesem nglingira rum, ”Anglengkara temen Yayi, ujare wong randha dama, ing yektine angluwihi, kabeh purane pra nata, tan padha puranta Yayi.
Senopati tersenyum sambil melirik si Dewi yang harum, “Kasihan sekali kamu Dik, katamu hanya seorang janda tapi kenyataanya melebihi semua istana, tidak ada yang menyamai istana dinda.
.
Pepajangan sri kumendhung, ingsun tembe nggonsun uning, pesareyan warna endah, pantes lawan kang ndarbeni, warna ayu awiraga, bisa temen ngrakit-ngrakit.
Hiasan Sri Kumendhung, baru kali ini aku melihatnya, tempat tidur serba indah, pantas sesuai yang memilikinya, bentuk yang sangat cantik, pandai sekali merangkainya.
.
Baya sungkan yen sun kondur, marang nagari Matawis, kacaryan uningeng pura, cacatira mung sawiji, purendah tan nganggo priya, yen darbea kakung becik.
Aku menjadi malas pulang ke negeri Mataram, setelah melihat-lihat istana, rasa kecewa hanya satu, lebih bagus tidak ada lelaki, jika ada yang memiliki pria baik
.
Wanodyane dhasar ayu, imbang kakunge kang pekik, keng runtut bisa mong garwa, wonodyane bekti laki, tur dreman asugih putra”, Senapati denpleroki.
Dasarnya wanitanya cantik seimbang dengan pria yang baik, yang setia kepada isteri, wanitanya juga setia pada suami, juga suka mempunyai anak banyak”, Senopati melirik menggoda dengan matanya.
.
Dyah merang lenggah tumungkul, sarwi mesem turira ris, “Sae boten mawi priya, mindhak pinten tyang akrami, eca mung momong sarira, boten wonten kang ngrego-(k.243) ni.
Sang Dewi duduk dengan kepala menunduk, sambil tersenyum berbicara halus, “Bagus tidak memiliki suami, bertambah apa orang bersuami, enak sendirian saja, tidak ada yang mengganggu (k.243).
.
Eca sare glundhung-gundhung, neng tilam mung lawan guling, lan tan ngronken keng ladosan”, Senapati mesem angling, “Bener Yayi ujarira, enak lamban sira Yayi.
Enak tidur sendiri berguling kesana kemari, diatas tikar bersama guling, dan tidak ada yang harus dikerjakan”, Senopati terlihat tersenyum, Benar dinda katamu, enak sendirian kamu dinda.
.
Mung gawoke Nimas ingsun, na wong ledhang aneng gisik, tur priya kawelas arsa, lagya rena wrin in jladri, semang ginendeng pineksa, kinon kampir mring jro puri.
Hanya heran saya kepada dinda, ada seorang lelaki di pesisir pantai, apalagi pria yang meminta belas kasihan, sedang melihat samudera, malah digandeng paksa, disuruh mampir/ singgah ke dalam puri.
.
Jeng Ratu kepraneng wuwus, merang tyas wetareng lungit, kakung ciniwel lambungnya, mlerok mesem datan angling, Senapati tyasnya trustha, wusana ngandika aris.
Sang Ratu terpana akhirnya, hatinya merasa tersentuh, lelaki itu dicubit perutnya, melirik tersenyum menggoda senopati, menyentuh hati senopati, selanjutnya berbicara lembut.
.
”Ya sun pajar mirah ingsun, nggon sun praptaneng jeladri, labet sun anandhang gerah, alama tan antuk jampi, kaya paran saratira, usadane lara brangti.
“Ya aku ini berbicara secara mudahnya saja, aku datang ke samudera karena sedang sakit, sudah lama tidak mendapat obat, seperti apa syaratnya obat sakit asmara.
.
Mider ing rat nggon sun ngruruh, kang dadi usadeng kingkin, tan lyan mung andika mirah, pantes yen dhukum premati, bisa mbirat lara brangta, tulus asih marang mami.”
Aku sudah keliling dunia untuk berusaha, yang menjadi penawar sakit tidak lain hanya kamu, pantas jika dihukum, yang bisa menyembuhkan sakit asmara, kasih sayang tulus kepadaku.”
.
Sang dyah maleruk tumungkul, uning lungit Senapati, nging tansah ngewani priya, mangkana usik sang dewi, “Wong iki mung lamis ujar, sunbatanga nora slisir
Sang Dewi cemberut menunduk, sambil memandang Senopati, tapi selalu berani dengan lelaki, demikian goda sang Dewi kepada senopati, “ Anda ini hanya berbicara bohong, perkiraan saya tidak lah salah.
.
Minta tamba ujaripun, pan dudu lara sayekti, lara arsa madeg nata, ewuh mungsuh guru darmi, wus persasat ingkang yoga, kang amengku Pajang nagri.”
Meminta obat katanya, tapi tidak sungguh-sungguh sakit, sakitnya karena berkehendak mejadi Raja, tidak enak bermusuhan dengan sesama guru, sudah dititahkan yang memegang kekuasaan negeri Pajang.”
.
Wusana dyah matur kakung, “Kirang punapa sang (k.244) pekik, kang pilenggah ing Mataram, lelana prapteng jeladri, tan saged lun sung usada, nggih dhateng keng gerah galih.
Akhirnya sang Dewi berbicara kepada senopati, “Kurang apakah sang pangeran tampan, yang menduduki Mataram, berkelana sampai samudera, tidak bisa menyembuhkan yang menjadi sakit hatinya.
.
Yekti amba dede dhukun, api wuyung ingkang galih, mangsi dhatenga palastra, tur badhe nalendra luwih, kang amengku tanah Jawa, keringan samining aji.
Sungguh saya bukan dukun, api asmara yang anda pikirkan, tidak mungkin menyebabkan kematian, apalagi akan menjadi Raja dari para raja-raja, yang menguasai tanah jawa, ditakuti oleh sesame raja.
.
Kang pilenggah ing Matarum, mangsi kirangana putri, ingkang sami yu utama, kawula estri punapi, sumedya lun mung pawongan, yen kanggea ingkang cethi.
Yang menduduki Mataram tidak mungkin kekurangan wanita, yang cantik-cantik dan utama, kaum wanita yang bagaimanapun, tersedia para nyai, jika dibutuhkan secara pasti.
De selamen lamban ulun, kepengin kinayan nglaki, kang tuk bulu bekti praja, labet blilu tyang pawestri, tan wigya mangenggar priya, labet karibetan tapih.
Selama saya menyendiri, pernah mempunyai keinginan bersuami, yang berbakti kepada kerajaan, karena malas seorang wanita, tidak pandai terhadap pria, karena terlilit kain.
.
Lamun kanggeya wak ulun, kalilan among anyethi, ngladosi Gusti Mataram”, wau ta Sang Senapati, sareng myarsa sebdeng sang dyah, kemanisan dennya angling.
Meskipun badan saya dibutuhkan, diijinkan hanya untuk berbakti kepada Gusti Mataram,” Sang Senopati mendengarkan perkataan Dewi sambil menikmati melihat kemanisan Ratu Kidul.
.
Saya tan deraneng kayun, asteng dyah cinandhak ririh, sang retna sendhu turira, “Dhuh Pangeran mangke sakit, kadar ta arsa punapa, srita-sritu nyepeng driji.
Semakin lama tidak bisa ditahan lagi hati Senopati, tangan Dewi dipegang pelan-pelan, sang Ratna Dewi berkata lembut manja, “Dhuh Pangeran nanti sakit, sebetulnya pangeran mau apa, tiba-tiba meremas-remas jari tangan saya.
.
Asta kelor driji ulun, yen putung sinten nglintoni, nadyan wong agung Mataram, mangsi saged karya driji”, kakung mesem lon delingnya, “Dhuh wong ayu sampun runtik.
Jari tangan saya kecil-kecil, jika patah siapa yang akan mengganti, meskipun orang besar Mataram tidak mungkin menciptakan jari tangan”, Senopati tersenyum sambil berkata pelan, “Dhuh wanita cantik jangan marah.
.
Nggon sun nyepengasteng masku, Yayi aja salah tampi, mung yun u-(k.245) ning sotyanira”, dyah narpa nglingira aris, “Yen temen nggen uning sotya, sing tebih andene keksi.
Saya memegang tanganmu, dinda jangan sampai salah terima, hanya mau melihat ( k.245) cincinmu”, Lalu Dewi berkata halus, “Jika benar Anda hanya mau melihat cincin saya, bisa melihat dari jauh saja.
.
Yekti dora arsanipun, sandinya angasta driji, yektine mangarah prana, ketareng geter ing galih, dene durung mangga karsa, paring jangji sih mring cethi.”
Pasti bukan kehendak sesungguhnya, berpura-pura memegang jemari, pasti berkehendak sesuatu, terlihat jelas dipikiran, beri lah janji cinta kasih yang pasti.”
.
Kakung mesem sarwi ngungrum, swara rum mangenyut galih, narpaning dyah wus kagiwang, mring kakung asihnya kengis, esemnya mranani priya, Senapati trenyuh galih.
Senopati merayu dengan bernyanyi sambil tersenyum, suaranya merdu menggugah hati, Ratu cantik sudah terpesona, kepada senopati cintanya terbuka, senyum ratu menawan pria, Senopati tersentuh hatinya.
.
Narpaning dyah lon sinambut, pinangku ngras kang penapi, sang dyah tan lengganeng karsa, labet wus katujwenggalih, jalma-jalma dera ngantya, pangajapan mangke panggih,
Sang Dewi disambut perlahan, diletakkan diatas pangkuan senopati, sang Dewi tidak menolak keinginan, yang tertuju kepada kekasih hati, terpenuhi keinginan mahluk-mahluk itu.
.
Lan titisnya Sang Hyang Wiku, kang mengkoni ngrat sekalir, Senapati nir wikara, karenan mring narpa dewi, tansah liniling ngembanan, de lir ndulu golek gadhing.
Dan titisan Sang Hyang Wiku, yang menguasai dunia, Senopati tanpa halangan, kehendak kepada sang Dewi, saling melihat mesra dalam pangkuan, seperti boneka golek gadhing.
Binekta manjing jinem rum, tinangkeban ponang samir, kakung ndhatengaken karsa, datansyah bremara sari, mrih kilang mekaring puspa, kang neng madya kuncup gadhing.
Dibawa masuk ke tempat tidur yang harum, tertutup kain selendang, senopati mendatangkan hasrat, selalu mesra, kepada ratu yang seperti bunga sedang mekar, yang berada ditengah kuncup gading.
.
Jim prayangan miwah lembut, neng jrambah sami mangintip, mring gusti nggen awor raras, kapyarsa pating kalesik, duk sang dyah katameng sara, ngrerintih sambate (k.246) lalis.
Jin setan parahyangan serta mahluk halus, mereka mengintip, kepada gusti yang bercinta, terdengar saling berbisik, ketika sang Ratu terkena tajam, mengadu merintih (k.246).
.
Kagyat katemben pulang yun, sang dyah duk senanira nir, nggeladrah rempu ning tilam, ukel sosrah njrah kang sari, kongas ganda mrik mangambar, bedhahe pura jeladri.
Terkejut ketika sang Dewi kehilangan selaput daranya, pecah membanjiri di tempat tidur, sanggul rambutnya menjadi berantakan, tercium bau semerbak harum, rusaknya pura samudera.
.
Dyah ngalintreg neng tilam rum, jwala nglong kerkatira nir, Senapati wlas tumingal, sang dyah lin sinambut ririh, sinucen dhateng patirtan, wusira gya lenggah kalih.
Dewi terbaring lemah di tempat tidur harum, selaput daranya hilang, Senopati memandang dengan belas kasihan, sang Dewi diambilnya pelan-pelan, lalu keduanya duduk.
.
Dyah sareyan pangkyan kakung, tan pegad dipunarasi, mring kakung Sang Senapatya, nyengkah ngeses sang retna di, raket sih kalihnya sama, penuh langen ngasmara di.
Dewi tiduran diatas pangkuan Senopati, tidak henti-hentinya diciumi oleh Senopati, keduanya saling dekap erat, penuh cinta.
.
Cinendhak rengganing kidung, pasihane sang akalih dugi ngantya sapta dina, Senapati neng jeladri, ing mangke arsa kondura, marang prajanya Matawis.
Irama kidung yang pendek, kemesraan keduanya sampai tujuh hari, Senopati tinggal di dalam samudera, yang nanti akan pulag ke kerajaan Mataram.
.
Kakung nabda winor rungrum, “Dhuh mas mirah ingsun Gusti, ya sira karia arja, ingsun kondur mring Matawis, wus lama aneng samodra, mesthi sun diarsi-arsi,
Senopati berbicara dengan bernyanyi, “Dhuh emas merahku, ya semoga kamu bahagia, aku pulang ke Mataram, sudah lama di samudera, pasti aku sudah ditunggu-tunggu,
.
Marang wadyengsun Matarum, wus dangu tugur ing nagri”, narapaning dyah sareng myarsa, yen kakung mit kondur nagri, sekala manca udrasa, druwaya badra dres mijil.
Oleh rakyatku di Mataram, sudah lama menjaga negeri”, Dewi mendengarkan sambil merasa sedih jika senopati pamit pulang ke negerinya, menangis sedih, Rembulan menjadi menangis deras.
.
Dereng dugi onengipun, mring kakung kemangganing sih, alon lengser sangking pangkyan, udrasa sret dennya angling, “Kaya mengkono (k.247) rasanya, wong tresna dentimbangi.
Belum sampai yang di pikirannya, kepada senopati yang dicintai, perlahan-lahan turun dari pangkuan, terdengar isak tangis Ratu, “ Seperti ini lah (k. 247) rasanya mencintai yang dibandingkan.
.
Kaya timbang tresnaingsun, yen sun bisa nyaput pranti, myang nguja sakarsanira, mesthi kanggo nggonsun nyethi”, kakung uning wus kadriya, mring udrasa sang retna di.
Seperti membandingkan cintaku, seandainya aku bisa memberi, menuruti semua kehendakmu, pasti saya berguna”, Senopati sudah tahu dalam hati, atas tangisan sang Ratna.
.
Lon ngudhar paningsetipun, cindhe puspa pinrada di, dyah sinambut gya ingemban, binekta mider kuliling, marang kebon petamanan, kinidung ing pamijil.
Pelan-pelan melepas kain setagen, berhias bunga-bunga emas, Dewi disambut diemban/diangkat, dibawa keliling-keliling ke kebun taman sambil dinyanyikan oleh Senopati.
.SILSILAH KERAJAAN MATARAM ISLAMThursday, June 24, 2010 10:10 AMDemak

    * Raden Patah (1478 - 1518)
    * Pati Unus (1518 - 1521)
    * Sultan Trenggono (1521 - 1546)
    * Sunan Prawoto (1546 - 1549)

 Kesultanan Pajang

    * Jaka Tingkir, bergelar Sultan Hadiwijoyo (1549 - 1582)
    * Arya Pangiri, bergelar Sultan Ngawantipuro (1583 - 1586)
    * Pangeran Benawa, bergelar Sultan Prabuwijoyo (1586 - 1587)

 Mataram Baru

Daftar ini merupakan Daftar penguasa Mataram Baru atau juga disebut sebagai Mataram Islam. Catatan: sebagian nama penguasa di bawah ini dieja menurut ejaan bahasa Jawa.

    * Ki Ageng Pamanahan, menerima tanah perdikan Mataram dari Jaka Tingkir
    * Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 - 1601), menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka.
    * Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang) (1601 - 1613)
    * Adipati Martapura (1613 selama satu hari)
    * Sultan Agung (Raden Mas Rangsang / Prabu Hanyakrakusuma) (1613 - 1645)
    * Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum) (1645 - 1677)

 Kasunanan Kartasura
Lihat pula: Kasunanan Kartasura

   1. Amangkurat II (1680 – 1702), pendiri Kartasura.
   2. Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka.
   3. Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
   4. Amangkurat IV (1719 – 1726), leluhur raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.
   5. Pakubuwana II (1726 – 1742), menyingkir ke Ponorogo karena Kartasura diserbu pemberontakl; mendirikan Surakarta.

 Kasunanan Surakarta
Lihat pula: Kasunanan Surakarta
Lambang Pakubuwana

   1. Pakubuwana II (1745 - 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745
   2. Pakubuwana III (1749 - 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
   3. Pakubuwana IV (1788 - 1820)
   4. Pakubuwana V (1820 - 1823)
   5. Pakubuwana VI (1823 - 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
   6. Pakubuwana VII (1830 - 1858)
   7. Pakubuwana VIII (1859 - 1861)
   8. Pakubuwana IX (1861 - 1893)
   9. Pakubuwana X (1893 - 1939)
  10. Pakubuwana XI (1939 - 1944)
  11. Pakubuwana XII (1944 - 2004)
  12. Gelar Pakubuwana XIII (2004 - sekarang) diklaim oleh dua orang, Pangeran Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.

Keraton Surakarta HadiningratMonday, June 14, 2010 9:23 AM(Sejarah) Karaton SURAKARTA HADININGRAT

Karaton Surakarta adalah sebuah warisan budaya Jawa. Wujudnya berupa fisik bangunan Karaton, benda artefak, seni budaya, dan adat tata cara Karaton. Keberadaannya yang sekarang ini adalah hasil dari proses perjalanan yang panjang, dan merupakan terminal akhir dari perjalanan budaya Karaton Surakarta.

Usaha memahami keadaannya yang sekarang tidak bisa lepas dari usaha mempelajari asal usul dan keberadaanya di masa lampau. Sebab sepenggal cerita dan deskripsi sejarah suatu peristiwa kurang memberi makna yang berarti, jikalau tidak dikaitkan dengan proses dan peristiwa yang lain. Oleh karena itu peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam satu alur yang sama akan memberikan pemahaman yang menyeluruh dan utuh dari situasi yang sama saat ini.

Dalam kajian sejarah Karaton Surakarta akan ditelusuri dan dideskripsikan latar belakang dan proses menemukan lokasi Karaton, pemindahannya, pembangunannya serta perkembangannya baik dari segi fisik bangunan maupun segi nonfisik. Deskripsi historis berdasarkan sumber informan, dokumen-dokumen karya sastra dan sebagainya diharapkan memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang Karaton Surakarta.
Dari pengetahuan ini orang/masyarakat akan tumbuh kesadaran akan warisan budaya tersebut dan memiliki persepsi tertentu terhadap obyek tersebut.
Persepsi awal yang dapat dibentuk dari hasil kajian sejarah Karaton Surakarta ini pada gilirannya bisa menimbulkan daya tarik, memotivasi orang/warga masyarakat baik Nusantara maupun mancanegara untuk mengetahui lebih lanjut dan mendalam tentang segi-segi dari warisan budaya Karaton Surakarta tersebut.

A. Pengertian Karaton

Sebelumnya perlu dijelaskan mengenai pengertian Karaton. Menurut KRHT Wirodiningrat (Kantor Sasono Wilopo), ada tujuh pengertian (saptawedha) yang tercakup dalam istilah Karaton. Pertama, Karaton (Karaton) berarti kerajaan. Kedua, Karaton berarti kekuasaan raja yang mengandung dua aspek: kenegaraan (Staatsrechtelijk) dan magischreligieus. Ketiga, Karaton berarti penjelmaan “Wahyu nurbuwat” dan oleh karena itu menjadi pepunden dalam Kajawen. Keempat, Karaton berarti istana, kedaton “Dhatulaya” (rumah). Kelima, bentuk bangunan Karaton yang unik dan khas mengandung makna simbolik yang tinggi, yang menggambarkan perjalanan jiwa ke arah kesempurnaan. Keenam, Karaton sebagai Cultuur historische instelling (lembaga sejarah kebudayaan) menjadi sumber dan pemancar kebudayaan. Ketujuh, Karaton sebagai Badan (juridische instellingen), artinya Karaton mempunyai barang-barang hak milik atau wilayah kekuasaan (bezittingen) sebagai sebuah dinasti.

B. Proses Penemuan Lokasi Karaton

Baik dalam Babad Tanah Jawi (1941), Babad Kartasura Pacinan (1940), maupun dalam Babad Giyanti (1916, I), kisah perpindahan Karaton dari Kartasura ke Surakarta hampir sama deskripsinya. Secara ringkas kisahnya sebagai berikut.

Ketika Sunan Paku Buwana II (1726 – 1749) kembali dari Ponorogo (1742), baginda menyaksikan kehancuran bangunan istana. Hampir seluruh bangunan rusak berat, bahkan banyak yang rata dengan tanah akibat ulah para pemberontak Cina. Bagi Sunan, keadaan tersebut mendorong niatnya untuk membangun sebuah istana yang baru, sebab istana Kartasura sudah tidak layak lagi sebagai tempat raja dan pusat kerajaan.
Niat ini kemudian disampaikan kepada para punggawa kerajaan. Patih R. Ad. Pringgalaya dan beberapa bangsawan diajak berembug tentang rencana pembangunan istana baru tersebut. Raja berkehendak membangun istana baru di tempat yang baru. Raja menghendaki, istana yang baru itu berada di sebelah timur istana lama, dekat dengan Bengawan Sala. Hal ini dilakukan di samping untuk menjahui pengaruh para pemberontak yang mungkin masih bersembunyi di kartasura, juga untuk menghapus kenangan buruk kehancuran istana Kartasura.

Setelah diadakan pembicaraan seperlunya tentang rencana Sunan tersebut, akhirnya Sunan mengutus utusan yang terdiri dari ahli negara, pujangga dan ahli kebatinan untuk mencari tempat yang cocok bagi pembangunan istana baru. Para utusan tersebut diberi wewenang dan kekeuasaan untuk bersama-sama mencari dan memilih tempat yang cocok untuk istana batu, baik sacara lahiriah maupun batiniah.

Utusan itu terdiri dari Mayor Hohendorp, Adipati Pringgalaya, dan Adipati Sindurejo (masing-masing sebagai Patih Jawi’Patih Luar’ dan Patih Lebet ‘Patih Dalam’), serta beberapa orang bupati. Utusan itu diikuti oleh Abdi Dalem ahli nujum, Kyai T. Hanggawangsa, RT Mangkuyuda, dan RT Puspanegara. Setelah berjalan lama, mereka mendapatkan tiga tempat yang dianggap cocok untuk dibangun istana. Ketiga tempat itu adalah:

1. Desa kadipala; daerahnya datara kadipala; daerahnya datar, kering, akan tetapi para ahli nujum tidak menyetujui, sebab walaupun kelak kerajaan Jawa tumbuh menjadi kerajaan yang besar, berwibawa dan adil makmur, namun akan cepat rusak dan akhirnya runtuh. Sebagai tanda, maka ditempat itu dibangun sebuah panggung (Kopel). Sekarang panggung itu dikelilingi oleh bangunan dan gudang kayu jati milik seorang Cina, Jap Kam Mlok (Tikno Pranoto, tth: 27). Letaknya di depan bekas Rumah Sakit Kadipala, di sebelah utara jalan Dr. Rajiman.

2. Desa Sala; atas pilihan RT. Hanggawangsa dan disetujui oleh semua utusan kecuali Mayor Hohendorp. Alasannya, tanahnya sangat rusak, terlalu dekat dengan Bengawan Sla, dan daerahnya penuh dengan rawa-rawa yang dalam.

3. Desa Sana Sewu; terhadap tempat ini RT. Hanggawangsa tidak menyetujuinya, karena menurut ‘jangka’, akan mengakibatkan perang saudara dan penduduk Jawa akan kembali memeluk agama Hindu dan Budha (tiyang Jawi badhe wangsul Budha malih) (Panitia Hari Jadi, 1973:81;Pawarti Surakarta, 1939:9-10).

Setelah diadakan permusyawaratan, para utusan akhirnya memilih desa Sala sebagai calon tunggal untuk tempat pembangunan istana baru, dan keputusan ini kemudian disampaikan kepada Sunan di Kartasura. Setelah Sunan menerima laporan dari para utusan tersebut, kemudian memerintahkan beberapa orang Abdi Dalem untuk meninjau dan memastikan tempat itu.

Utusan itu ialah Panembahan Wijil, Abdi Dalem Suranata, Kyai Ageng Khalifah Buyut, Mas Pangulu Fakih Ibrahim, dan Pujangga istana RT. Tirtawiguna (Tus Pajang, 1940:19-21). Sesampainya di desa Sala, utusan tersebut menemukan suatu tempat yang tanahnya berbau harum, maka disebut desa Talangwangi (tala = tanah; wangi = harum), terletak di sebelah barat laut desa Sala (sekarang menjadi kampung Gremet).

Setelah tempat tersebut diukur untuk calon lokasi istana, ternyata kurang luas, maka selanjutnya para utusan melakukan “samadhi” (bertapa) untuk memperoleh ilham (“wisik”) tentang cocok atau tidaknya tempat tersebut dijadikan pusat istana. Mereka kemudian bertapa di Kedhung Kol (termasuk kampung Yasadipuran sekarang).

Setelah beberapa hari bertapa, mereka memperoleh ilham bahwa desa Sala sudah ditakdirkan oleh Tuhan menjadi pusat kerajaan baru yang besar dan bertahan lama (Praja agung kang langgeng). Ilham tersebut selanjutnya memberitahukan agar para utusan menemukan Kyai Gede Sala (sesepuh desa Sala).

Orang itulah yang mengetahui ‘sejarah’ dan cikal bakal desa Sala . Perlu diketahui, bahwa nama Kyai Gede Sala berbeda dengan Bekel Ki Gede Sala, seorang bekel yang menepalai desa Sala pada jman Pajang. Sedang Kyai Gede Sala adalah orang yang mengepalai desa Sala pada jaman kerajaan Mataram Kartasura (Pawarti Surakarta, 1939:6-7).

Selanjutnya Kyai Gede Sala menceritakan tentang desa Sala sebagai berikut. Ketika jaman Pajang, salah seorang putera Tumenggung Mayang, Abdi Dalem kerajaan Pajang, bernama Raden Pabelan, dibunuh di dalam istana, sebaba ketahuan bermain asmara dengan puteri Sekar Kedaton atau Ratu Hemas, puteri Sultan Hadiwijaya, raja Pajang (Atmodarminto, 1955:83;Almanak Cahya Mataram, 1921:53;Dirjosubrata, 1928: 75-76).

Selanjutnya mayat raden Pabelan dihanyutkan (“dilarung”) di sungai Lawiyan (sungai Braja), hanyut dan akhirnya terdampar di pinggir sungai dekat desa Sala. Bekel Kyai Sala yang saat itu sebagai penguasa desa Sala, pagi hari ketika ia pergi kesungai melihat mayat. Kemudian mayat itu didorong ke tengah sungai agar hanyut. Memang benar, mayat itu hanyut dibawa arus air sungai Braja.

Pagi berikutnya, kyai Gede Sala sangat heran karena kembali menemukan mayat tersebut sudah di tempatnya semula. Sekali lagi mayat itu dihanyutkan ke sungai. Namun anehnya, pagi berikutnya peristiwa sebelumnya berulang lagi. Mayat itu kembali ke tempat semula, sehingga Kyai Gede Sala menjadi sangat heran.

Akhirnya ia “maneges”, minta petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa atas peristiwa itu. Setelah tiga hari tiga malam bertapa, Kyai Gede Sala mendapat ilham atau petunjuk. Ketika sedang bertapa, seakan-akan ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda gagah.

Pemuda itu mengatakan, bahwa dialah yang menjadi mayat itu dan mohon dengan hormat kepada Kyai Gede Sala agar dia dikuburkan di situ. Namun sayang, sebelum sempat menanyakan tempat asal dan namanya,pemuda itu telah raib/menghilang.

Akhirnya Kyai Gede Sala menuruti permintaan pemuda tersebut, dan mayatnya dimakamkan di dekat desa Sala. Karena namanya tidak diketahui, maka mayat itu desebut Kyai Bathang (bathang = mayat). Sedangkan tempat makamnya disebut Bathangan (makam itu sekarang berada di kawasan Beteng Plaza, Kelurahan Kedung Lumbu). Dengan adanya Kyai Bathang itu, desa Sala semakin raharja (Sala = raharja_, kehidupan rakyatnya serba kecukupan dan tenang tenteram (Roorda, 1901:861).

Demikian cerita singkat Kyai Gede Sala. Kuburan itu terletak di tepi rawa yang dalam dan lebar. Keadaan ini kemudian oleh para utusan dilapokan kepada Sunan di Kartasura.

Sesudah Sunan Paku Buwana II menerima laporan, maka segera memerintahkan kepada Kyai Tohjaya dan Kyai Yasadipura (I), serta RT. Padmagara, untuk mengupayakan agar desa Sala dapat dibangun istana baru. Ketiga utusan tersebut kemudian pergi ke desa Sala.

Sesampainya di desa Sala, mereka berjalan mengelilingi rawa-rawa yang ada disekeliling desa Sala. Akhirnya mereka dapat menemukan sumber Tirta Amerta Kamandanu (air kehidupan, sumber mata air).

Hal itu dilaporkan kepada Sunan, dan kemudian Sunan memutuskan bahwa desa Sala-lah yang akan dijadikan pusat istana baru. Sunan segera memerintahkan agar pembangunan istana segera dimulai. Atas perintah Sunan, seluruh Abdi Dalem dan Sentana dalem membagi tugas: Abdi Dalem mancanegara Wetan dan Kilen dimintai balok-balok kayu, jumlahnya tergantung pada luas wilayahnya. Balok-balok kayu tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam rawa di desa Sala sampai penuh.
Meskipun demikian belum dapat menyumbat mata air rawa tersebut, bahkan airnya semakin deras.

Sanadyan kelebetana sela utawi balok ingkang ageng-ageng ngantos pinten-pinten ewu, meksa mboten saget pampet, malah toya saya ageng ambalaber pindha samodra.(Tus Pajang, 1940:24-25).
(Walaupun diberi batu ataupun balok-balik kayu yang besar-besar sampai beribu-ribu banyaknya, terpaksa tidak dapat tertutup, bahkan keluarnya air semakin besar dan menyeruap bagaikan samodra).
Bahkan lebih mengherankan lagi, dari sumber air tersebut keluar berbagai jenis ikan yang biasa hidup di air laut (teri pethek, dsb).

Menyaksikan kejadian itu, Panembahan Wijil dan Kyai Yasadipura bertapa selama tujuh hari tujuh malam tanpa makan dan tidur. Akhirnya pada malam hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon) Kyai Yasadipura mendapatkan ilham sebagai berikut:

He kang padha mangun pujabrata, wruhanira, telenging rawa iki ora bisa pampet amarga dadi tembusaning samodra kidul. Ewadene yen sira ngudi pampete, kang dadi saranane, tambaken Gong Kyai Sekar Dlima godhong lumbu, lawan sirah tledhek, cendhol mata uwong, ing kono bisa pampet ponang teleng. Ananging ing tembe kedhung nora mili nora pampet, langgeng toyanya tan kena pinampet ing salawas-lawase (Pawarti Surakarta, 1939:7).
(Hai, kalian yang bertapa, ketahuilah, bahwa pusat rawa ini tidak dapat ditutup, sebab menjadi tembusannya Lautan Selatan. Namun demikian bila kalian ingin menyumbatnya gunakan cara: gunakan Gong Kyai Sekar Delima, daun lumbu (talas), dan kepala ronggeng, cendol mata orang, disitulah pasti berhenti keluarnya mata air. Akan tetapi besok kenghung itu tidak akan mengalir, tetapi juga tidak berhenti mengeluarkan air, kekal tidak dapat disumbat selama-lamanya).

Penerimaan ilham tersebut terjadi pada hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon) tanggal 28 Sapar, Jimawal 1669 (1743 Masehi) (Yasadipura II, 1916: 17-18).

Segala kejadian tersebut kemudian dilaporkan kepada Sunan di Kartasura. Sunan sangat kagum mendengar laporan tersebut dan setelah berpikir keras akhirnya Sunan bersabda:

Tledhek iku tegese ringgit saleksa. Dene Gong Sekar Dlima tegese gangsa, lambe iku tegese uni. Dadi watake bebasan kerasan. Gong Sekar Delima, dadi sekaring lathi, ingkang anggambaraken mula bukane nguni iku Kyai Gede Sala. Saka panimbang iku udanegarane kabener anampi sesirah tledhek arta kehe saleksa ringgit (cendhol mata uwonng), mangka liruning kang dadi wulu wetuning desa tekan ing sarawa-rawa pisan (Pawarti Surakarta, 1939:8).
“Tledhek” berarti sepuluh ribu ringgit. Gong Sekar Delima berarti “gangsa”, bibir atau ujar (perkataan). Jadi bersifat perumpamaan. Gong Sekar Delima menjadi buah bibir yang menggambarkan asal mula/cikal bakal (desa) yaitu Kyai Gede Sala. Atas pertimbangan itu sepantasnya menerima ganti uang sebanyak sepuluh ribu ringgit. Sebagai ganti rugi penghasilan desa beserta rawa-rawanya.

Demikian akhirnya Kyai Gede Sala memperoleh ganti rugi sebesar sepuluh ribu ringgit (saleksa ringgit) dari Sunan. Selanjutnya Kyai Gede Sala bertapa di makam Kyai Bathang. Di dalam bertapa itu Kyai Gede Sala memperoleh “Sekar Delima Seta” (putih) dan daun lumbu (sejenis daun talas). Kedua barang tersebut dimasukkan ke dalam sumber mata air (Tirta Amerta Kamandanu). Sesudah itu dilakukan kerja bhakti (gugur gunung) menutup rawa.

Akhirnya pekerjaan itu selesai dengan cepat. Penghuninya dipindahkan dan dimukimkan kembali di tempat lain (“wong cilik ing desa Sala kinen ngalih marang ing desa Iyan sami”). Kemudian pembangunan dimulai dengan menguruk tanah yang tidak rata dan dibuat gambar awal dengan mengukur panjang dan lebarnya (“ingkur amba dawane”). Puluhan ribu (leksan) buruh bekerja di proyek pembangunan itu. Dinding-dinding pertama dibangun dari bambu karena waktunya mendesak. Adapun desain umumnya mencontoh model Karaton Kartasura (“anelad Kartasura”) (Lombard, III: 109).

Mengapa pilihan jatuh di desa Sala, ada beberapa alasan yang dapat diajukan, baik dilihat secara wadhag atau fisik-geografis maupun alasan magis-religius. Desa Sala letaknya dekat dengan Bengawan Sala, yang sejak lama mempunyai arti penting dalam hubungan sosial, ekonomi, politik, dan militer antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sebuah sumber menyebutkan, Bengawan Sala atau atau Bengawan Semanggi mempunyai 44 bandar (Fery Charter abad ke-14), salah satunya bernama Wulayu atau Wuluyu atau sama dengan desa Semanggi (bandar ke-44). Dalam Serat Wicara Keras disebutkan, Bengawan Sala sebagai Bengawannya orang Semanggi (bandingkan dengan Babad Tanah Jawi).

Alasan lainnya, di desa Sala cukup tenaga kerja untuk membuat Karaton karena dikelilingi oleh desa Semanggi, Baturana, dan Babudan (dua desa yang terakhir merupakan tempat Abdi Dalem pembuat babud permadani pada jaman Kartasura). Desa Sala sendiri zaman Padjang dibawah bekel Kyai Sala. Alasan politis juga dapat dimasukkan, terutama dalam menjaga kepentingan VOC. Untuk mengawasi Mataram maka VOC membangun benteng di pusat kota Mataram yang mudah dijangkau dari Semarang sebagai pintu gerbang ke pedalaman.

Sementara itu terdapat sejumlah alasan magis-religius seperti berikut ini. Pertama, desa Sala terletak di dekat tempuran, yaitu bertemunya Sungai Pepe dan Bengawan Sala. Tempuran merupakan tempat magis dan sakral. Dismping itu, kata Sala atau Qala dihubungkan dengan bangunan suci. Kata itu berarti ruangan atau bangsal besar dan telah disebut-sebut dalam OJO no. XLIII (920) dengan istilah Kahyunan. Di Qala tedapat sekolah Prahunan (sekarang kampung praon) di dekat muara Sungai Pepe, yang artinya bangunan suci di Hemad (I Hemad atau Ing Hemad, Ing Gemad = Gremet). “Ning peken ri hemad”, artinya di pasar ngGremet, tempat dilakukan upacara penyumpahan mendirikan tempat swatantra perdikan di Sala.

Pembangunan Karaton segera dimulai setelah rawa-rawa berhasil dikeringkan dan tempatnya dibersihkan. Untuk mengurug Karaton, tanahnya diambil dari desa Talawangi. (dalam sebuah sumber lain disebutkan, “hawit iku pada kalebu hing jangka, sak mangsa-mangsa ndandani Kadaton bakal njupuk hurug lemah Kadipala (Tetedakan sangking Buk Ha: Ga, Sana Pustaka).
Jadi tanah Talawangi dan tanah Sala kedua-duanya dipakai untuk pembangunan Karaton. Karaton telah berdiri meskipun belum dipagari batu dan baru dari bambu (jaro bethek). Sirnaning Resi Rasa Tunggal (1670) menandai saat pengerjaan Karaton selesai, meskipun nampak tergesa-gesa.

Kata Surakarta sendiri lebih dicari akarnya pada kata atau kerajaan sebelumnya, Kartasura dan Kerta. Kartasura (Jaman Amangkurat II) dulu bernama Wanakerta = berani berperang. Sedangkan Kerta atau Karta = tenteram, pusat Mataram jaman kejayaannya. Jadi keturunan Mataram mengharapkan kejayaan dan ketentraman kembali Mataram seperti ketika beribukota di Karta.

Ada pendapat lain yang mengatakan, kata Sala berasal dari desa ala, artinya desa yang jelek. Dan, Karta Sura artinya bukan Karta dan Sura, karena fakta membuktikan bahwa Kartasura tidak banyak membawa kegahagiaan. Sedangkan kata Surakarta sering kali juga dihubungkan dengan Batavia atau Jayakarta. Orang Jawa Barat menyebut bandar ini dengan nama Surakarta. Untuk menghormati Kompeni, maka Sunan menamakan Karatonnya yang baru dengan Surakarta (Hadiningrat).

Setelah tanah diratakan, Sunan memerintahkan agar dilakukan pengukuran calon istana (kutha). Petugasnya adalah : Mayor Hohendrop, Patih R. Ad. Pringgalaya, Kyai T. Puspanagara, Kyai T. Hanggawangsa, Kyai T. Mangkuyuda, dan Kyai T. Tirtawiguna. Petugas pengukur calon istana ialah Panembahan Wijil dan Kyai Khalifah Buyut. Pengukur “adu manis”-nya istana ialah Kyai Yasadipura dan Kyai Tohjaya.

Untuk mempertinggi pusat istana, maka mengambil tanah dari Talawangi, Kadipala dan Sanasewu. Para tukang (abdi dalem Kalang) diperintahkan dan dikerahkan untuk membangun istana. Lurah Undhagi (tukang kayu) dipimpin oleh Kyai Prabasena dibantu oleh Kyai Karyasana, Kyai Rajegpura, Kyai Sri Kuning, ditambah tenaga dari mancanegara. Sebagai penanggungjawab adalah R. Ad. Pringgalaya dengan dibantu para Bupati Jawi dan Lebet.
Permulaan pembangunan itu ditandai dengan sengkalan “Jalma Sapta Amayang Buwana = 1670 Jawa (1744 M)

C. Prosesi Pemindahan Karaton dari Kartasura ke Surakarta

Pada suatu ketika RT. Tirtawiguna di tanya oleh Sunan tentang persyaratan perpindahan pusat istana, maka RT. Tirtawiguna memberi penjelasan sebagai berikut (Adeging Karaton tth:13):
1. Ketika Raja Parasara memindahkan kerajaannya ke Hastinapura, persajian yang diadakan adalah pala kirna, pala kesimpar, pala gumantung, pala kependhem, pala andheng atau bunga-bungaan yang harum baunya ditaruh ditengah istana. Para pendeta berdoa sehari semalam. Barulah perpindahan dilakukan.
2. Prabu Aji Pamosa dari Kediri memindahkan pust Kerajaan dari Kediri ke Witaradya. Persajian sama dengan Prabu Yudayaka (Parasara) di Hastina, dengan ditambah “tumpeng rajegan” (tumpeng seribu buah) diberi daging binatang berkaki empat, ikan darat, ikan kali, daging jenis unggas, “jajan pasar”.
3. Prabu Dewata Cengkar di Medang Kamulang, pindah ke Medang Kamulan Timur. Persajian sama seperti Prabu Aji Pamosa dengan ditambah “gecok mentah” dipasang di setiap sudut istana dan setiap perempatan besar dan kecil.
4. Pabu Banjaran Sari di Kerajaan Pajajaran pindah ke Galuh. Persajian sama dengan yang dilakukan oleh Prabu Dewata Cengkar dengan ditambah Raja dan Ratu berpakaian “Wligasan” (pakaian penganten), menghias jalan-jalan, para abdi dalem “Sarimbit” dengan pakaian “Kepangeranan penganten” (pakaian penganten sesudah upacara kirab “Kanarendran”)

Segala kegiatan perpindahan tersebut seluruhnya selalu diakhiri dengan “bujana handrawina” (peta atau resepsi). Sunan menerima persajian seluruhnya dan ditambah dengan “bumbu-bumbu masak atau racikan atau rerajungan”. Selanjutnya diatas rencana perpindahan tersebut lebih dahulu barang-barang yang dipindahkan adalah:
1. beras dan padi
2. perlengkapan dapur dengan segala macam bumbu masak
3. sato iwen (ayam, itik, dan sejenisnya)
4. raja kaya (hewan ternak berkaki empat)
5. perlengkapan-perlengkapan lain

Sedang jenis “sajen” yang diadakan ialah: gecok kelapa, bekakak ikan, bumbu sekapur peyon atau robyongan: bunga sirih lengkap, rokok boreh. Jenis tumpeng: megana, urubing damar, tatrah, rabah, rerajungan, rukini, kelut, litut, gicing.

Disamping masih ada sayuran, ikan, daging dan segala macam jenang : jenang abang, putih, selaka, mangkur, kiringan, ngongrong, dodol, a lot, bakmi, bandeng, lemu kaleh, kalong, jada, wajik, pudhak pondhoh, ketan manca warna atau pala kirna, pala gumantung, pala kesimpar, pala kependhem, dan pala andheng.

Kemudian berbagai macam telur, ayam, itik, burung, ikan dan sebagainya.
Berbagai macam benang, kain batik, selendang, kain kerik dan masih banyak lagi jenis sajian lainnya. ( Pawarti Surakarta, 1939 : 10-11) Kemudian tiga jenis emas, perak, binatang hidup.

Setelah semua persiapan dirasa cukup lengkap, maka pada hari yang telah ditetapkan, Sunan beserta segenap Keluarga kaum kerabat pindah tempat dari Kartasura ke desa Sala.

Mayor Hogendorp beserta pasukannya berapa di depan sejumlah lima kompi. Perpindahan itu dilakukan pada hari Rabu Pahing, 17 Sura, Sesengkalan “ Kambuling Puja Asyarsa ing Ratu “ ( 1670 Jawa = 1745 M atau 17 Februari 1745 ). Dalam Serat Kedhaton, disebutkan :

Quote:
Sigra jengkar saking Kartawani
Ngalih kadhaton mring dhusun sala
Kebut sawadya balane
Busekan sapraja gung
Pinengetan hangkate huni
Hanuju hari Buda henjing wancinipun
Wimbaning lek ping Sapta Wlas
Sura He je kombuling Pudya Kapyarsi
Hing Nata kang sangkala
artinya
Quote:

Segera berangkat dari Kartasura
Pindah karaton di dusun sala
Semua bala prajurit
Sibuk seluruh praja
Diperingati berangkatnya dulu
Bertepatan hari Rabu pagi,
Tanggal 17
Sura je Kombuling Puja kapyarsa
Ing Ratu sengkalinya ==>> ndak tau artinya..
Raja dan Ratu tampil di singgana ( sithinggil ) diiring semua penari perempuan ( Bedhaya Serimpi ) dan para pengikut. Mereka disambut serentak oleh tembakan meriam, bunyi gamelan dan tiupan terompet. Lalu mereka mulai berjalan dan sang pujangga mendiskripsikan dengan teliti urut-urutan panjang itu, yang secara simbolis berarti “ mengankut Karaton sampai ke desa Sala “ ( ngalih kadhaton mring dhusun Sala ). Susunan barisan berikut ( Pawarti Surakarta 1939 : 16 – 21 ; Yasadipura II, 1916, 1 : 20 -21 )

1. Waringin kurung sakembaran ( dua batang pohon beringin ) diberi kain cinde diapit oleh Abdi Dalem dari desa-desa.
2. Bangsal Pangwarit diiringi oleh Abdi Dalem Prajurit Kalang, Gowong, Undhagi, Selakerti.
3. Gajah kenaikan Sunan, diapit oleh Abdi Dalem Srati.
4. Kuda kenaikan Sunan diiringi oleh Abdi Dalem Gamel.
5. Para Abdi Dalem Bupati Nayaka Jawi Kiwo dan Tengen: Panumping, Panekar, Sewu Numbak Anyar, Siti Ageng Kiwo Tengen, Bumi, Bumija, diiringi oleh Abdi Dalem Kliwon, Panewu, Mantri, naik kuda dengan berpayung.
6. Abdi Dalem Bupati Anom Anon-Anon beserta Panewu, Mantrinya, terdiri dari: Abdi Dalem: kemasan, greji, pandhe, sayang, gemblak (gembleg), puntu, samak, tukang laras, tukang warangka, tukang ukir, jlagra, slembar, gupyuh, tukang cekathak, tukang pasppor, tukang landheyan (tempat tombak), undhagi, bubut, kendhi, niyaga, badhut, dhalang, tukang sungging, tukang natah wayang, tukang cat, tukang prada, tledhel, kebon dharat, mengiringi gamelan terdiri dari: Kyai Surak, Kyai Sekar Delima, Kyai Sekar Gadhung, diberi payung kuning.
7. Selanjutnya diikuti oleh tukang song-song (payung), tukang pasar, tukang tulup, tukang jemparing (panah), tukang jungkat (sisir), teluk, gebyar, tukang musik, (batik), Patih Raden Adipati Pringgalaya dan Patih Raden Adipati Sindureja disertai benda-benda upacara kepatihan.
8. Prajurit Kompeni lima kompi dengan berkuda.
9. Benda-benda upacara Kadipaten Anom diiringi oleh para Abdi Dalem Punakawan, emban, cethi, nyai.

Kemudian Raden Adipati Anom naik kuda, berpayung berjajar dengan Mayor Hagendrop, diiringi oleh Abdi Dalem Kadipaten Anom dan ditutup oleh Pepatih dan Wedana Kadipaten: RT. Wirapraja.
10. Abdi Dalem Prajurit Sarageni dan Sarantaka, disambung dengan bedhug dengan diiringi Abdi Dalem Merbot, Penghulu, Khetib, Ulama, pradikan, berkuda dan berpayung. Disambung: Cekal Kyai Baladewa dibawa oleh Abdi Dalem Kebayan lengkap.
11. Para Sentana, Panji, Riya Pangeran, putra, berkuda, berpayung, ditutup oleh Abdi Dalem Suranata, juru besarta anak buahnya.
12. Para punakawan, Hurdenas, ponylompret Belanda, tombak milik Sunan, kiri kanan mengapit benda-benda upacara kerajaan: banyak dhalang sawung galing dibawa oleh Abdi Dalem Gandhek Mantri Anom, berpayung kuning.
Disambung benda-benda pusaka kerajaan: bendhe (canang) Kyai Bicak. Pembawanya naik kuda berpayung kuning. Disambung Abdi Dalem Gajah Mati dengan membawa Carak Kyai Nakula Sadewa, cemeti milik raja, Kyai Pecut, Kemudian Raja diiringi oleh Abdi Dalem Keparak kIwa Tengen dengan membawa benda-benda upacara Kerajaan.
Kemudian para prajurut Tamtama, kiri kanan masing-masing dua ratus orang prajurit. Disambung oleh Abdi Dalem Prajurit Mertalulut dan Singanagara, membawa pusaka oleh Abdi Dalem Keparak Kiwa Tengen berjumlah empat pulih orang, berkuda diiringi benda-benda upacara Kabupaten.
13. Abdi Dalem Keputren: Nyai Tumenggung atau Nyai Lurah Keparak Jawi dan Lebet naik tandu/kremun atau tandu kajang dan ada yang berkuda, beserta anak buah. Disambung para Wedana, Panewu, Mantri, Kliwon beserta anak buah. Kemudian istri Patih Pringgalaya dan Patih Danurejo.
Disambung Abdi Dalem Bedaya Srimpi Manggung Ketanggung atau pembawa benda-benda upacara, para Ratu serta para emban dan para Nyai. Kemudian Permaisuri Sunan diiringi oleh Abdi Dalem Gedhong Kiwa Tengen empat orang, Abdi Dalem Kliwon, Panewu, Mantri Jajar.
Disamping putera-puteri Sunan dan para Selir (Priyatun Dalem), para istri Bupati Mancanagara, semua Keputren ini sebagian besar naik tandu, kremunjoli atau jempana.
14. Benda-benda pusaka Kerajaan, dimasukkan ke dalam gendhaga (bokor), serta buku-buku Kerajaan dibawa oleh Abdi Dalem Keparak, diiringi oleh Abdi Dalem Kasepuhan, Bupati, Kliwon, Panewu, Mantri, para prajurit dan para panahan.
15. Para Abdi Dalem Perempuan, bekerja dapur beserta perlengkapan dapur, Abdi Dalem Krapyak, dengan membawa beras, ayam, dan sato iwen lain, upeti para Adipati Mancanagara.
Kemudian Abdi Dalem Jajar beserta perlengkapan rumah tangga, Abdi Dalem Pamajegan membawa kayu bakar, arang, sapit, sajen, tampah (niru), tebok, ancak, seruk (bakul), tumbu, sapu, godhong (daun), ethong, lesung, lempong, alu ujon, kukusan, irus, solet, dan sejenis peralatan dapur lainnya.
Kemudian pusaka Dalem Dandang Kyai Dhudha, pusaka Panjang Kyai Blawong, Kendhil Kyai Marica, dijaga oleh Nyai Gandarasa yang naik tandu, diiringi oleh Bupati Gading Mataram besarta anak buahnya. Kemudian disambung oleh Galadhag Pacitan membawa batu, tempat minum harian milik Raja, Sela Gilang, teras bagi Siti Hinggil Sela Gilang di Bangsal Pangrawit, Bangsal Manguntur Tangkil dan batu-batu pasalatan (untuk sembahyang), padasan, para perdikan Mancanagara, mimbar, bedhug Masjid Besar Kyai Rembeg.
Semua benda-benda pusaka tersebut diberi payung kuning, diletakkan di atas gendhaga.
16. Pohon beringin pukuran (yang ditanam di alun-alun Selatan/pukuran) diiringi oleh Abdi Dalem Pancar Mancanagara.
17. Abdi Dalem Dagang, sudagar, kriya, pangindung, blatik (pedagang kambing), mudel, umbal, mranggi, pangukir, rakyat jelata Karaton Kartasura.
18. Binatang ternak milik para putera sentana, para Bupati, Kliwon, Panewu Mantri beserta anak buahnya.
19. Abdi Dalem Pandhelegan, tukang mencari ikan, tukang baita (perahu), pambelah, jurumudi, jagal (penyembelih hewan).
20. Narindu milik Raja dijaga oleh Abdi Dalem Tuwa Baru dan Abdi Dalem Mancanegara Kilen.
21. Abdi Dalem Mancanagara wetan dan kulon, membawa pusaka meriam Nyai Setomi dan meriam-meriam lainnya.

Yang turut di dalam perpindahan tersebut kurang lebih ada 50 ribu orang (limang leksa). Didalam perjalanan tersebut sangat lambat. Jarak antara istana Kartasura sampai desa Sala memakat waktu kurang tujuh jam.
Jalan yang dilalui, mula-mula merupakan jalan setapak melewati hutan dan semak belukar. Hutan dan semak belukar itu ditebas untuk dijadikan jalan perpindahan. Jalan itu sekarang adalah jalan Pasar Klewer ke barat terus sampai ke kartasura, melalui alun-alun Kerajaan Pajang, dan berangkat dari Alun-alun Kartasura.
Setelah sampai di desa Sala, segera diadakan pengaturan pembagian tempat. Smentara para “:Pandherek” masih berkumpul di alun-alun. Setelah istirahat beberapa lama, diadakanlah upacara menghadap Raja (pasewakan agung). Tempatnya di Tatag Rambat (sekarang pagelaran).

Pada pasewakan agung itu bersabdalah Sunan Paku Buwana II kepada segenap hadirin:
Heh kawulaningsun, kabeh padha ana miyarsakna pangandikaningsun! Ingsun karsa ing mengko wiwit dina iki, desa ing Sala ingsun pundhut jenenge, ingsun tetepake dadi negaraningsun, ingsun parigi jeneng Negara Surakarta Hadiningrat. Sira padha angertekna sakawulaningsun satalatah ing Nusa Jawa kabeh.
(Pawarti Surakarta 1939 = 26).
(Hai hambaku, dengarkan semuanya sabda saya. Saya berkeinginan sejak hari ini, desa di Sala saya ambil namanya, saya tetapkan menjadi negara saya, saya beri nama negara Surakarta Hadiningrat. Kalian siarkanlah ke seluruh rakyatku di seluruh wilayah Tanah Jawa seluruhnya).

Kemudian diadakan doa syukur, dan diadakan penanaman pohon beringin kurung sakembaran di alun-alun utara (muka) dipimpin oleh Patih Pringgalaya dan Patih Sindureja. Beringin itu diberi nama: sebelah Timur, Kyai Jayandaru dan sebelah Barat, Kyai Dewandaru. Sedang pohon beringin kurung sekembaran yang ditanam di alun-alun selatan (pungkuran, belakang) dilaksanakan oleh Bupati Mancanegara.

Setelah selesai diadakan selamatan selesailah upacara perpindahan pusat kerajaan dari Kartasura ke Surakarta Hadiningrat. Lama pembangunan bangunan Kompleks istana memakan waktu sekitar delapan bulan, sering dilakukan kerja siang malam.

Selanjutnya selama lebih kurang satu bulan warga kota baru itu diperkenankan menngadakan “bujana handrawina”, berpesta pora di rumah masing-masing atau bersama-sama dengan para lurah (pemimpin) mereka.

Babad Giyanti menambahkan:’segalanya telah berjalan dengan baik sebagaimana mestinya (satata amamangun) dan biarpun tanah tidak rata, para pembesar bergegas membangun kediaman mereka yang baru dengan teratur (samya atata wisma).
Dengan naskah itu, tampak bahwa persyaratan nujum lebih penting dari pada topografi tanah. Di samping itu, istana ditetapkan sebagai bagian utama. Kita juga diberitahu bahwa pemberkatan tanah itu hanya dapat dilakukan dengan bantuan pelbagai benda keramat yang dialihkan dari Karaton terdahulu, yaitu keempat pohon waringin, bangsal pangrawit-yang sangat keramat karena mengandung bongkah batu yang dianggap bekas singgasana Hayam Wuruk (hal ini menjamin keterkaitannya dengan Majapahit)- seperti juga berbagai pusaka yang merupakan jaminan bahwa wahyu benar-benar ada pada raja yang sedang memerintah.

Kediaman para bangsawan menempati satu kawasan berisi empat yang luas, yang dikelilingi oleh tembok tinggi 3-6 meter, yang dinamakan Baluwarti/benteng (dari bahasa Portugis baluarte), dan belum lama berselang oleh sebuah parit (jagang). Ruang bertembok itu diantara dua alun-alun bujursangkar yang luas, alun-alun utara dan selatan. Di Surakarta benteng itu berukuran 1000 x 1800 meter ; di Yogyakarta dinding itu melingkari wilayah seluas 140 ha.

D. Pembangunan Kota
Setelah selesai masa “bujana handrawina”, mulailah diadakan pengaturan tempat tinggal. Di pusat istana bertempat tinggal Raja dengan keluarganya serta beberapa “priyatun dalem”. Di kompleks istana yaitu di dalam Baluwarti ditempatkan para Pangeran Putra dan Abdi Dalem yang dekat dan selalu berhubungan dengan kebutuhan harian istana, misalnya tukang masak (gandarasa), tukang tari (carangan), priyaga pinter istana (Brajanala): perlengkapan istana (Gedhong dan Lumbung) dan sebagainya.

Sedangkan di luar tembok istana ditempatkan kerabat raja (Hadiwijaya, Suryahamijaya), dan perlengkapan putera-puteri raja (Karatonan, tulisan, kuplukan, dan sebagainya). Abdi Dalem Keparak Kiwa dan Tengen ditempatkan di luar istana. Begitu pula benteng Belanda, rumah para pembesar Belanda.
Sedangkan para prajurit ditempatkan pada batas kota (Sarageni, Mertalulut, Singanegara, Jayataka, Miji Pinilih, dan sebagainya). Penampatan itu per golongan atau kelompok. Maka terciptalah nama-nama kampung didasarkan pada nama kelompok Abdi Dalem (Kalangan, Jagalan, Metalulutan, Saragenen, Gandekan Kiwa, Baluwarti, dan lain-lain). Hal ini untuk memudahkan mengingatnya.

Setelah pengaturan tempat tinggal para Sentana, Abdi dan Kawula Dalem selesai pengaturannya, termasuk para pejabat Pemerintah Kompeni Hindia Belanda, orang-orang Asing, para petugas Misionaris dan Zendeng, maka bersamaan dengan itu mulai dibangun pasar-pasar, seperti Pasar Harjanagara (Pasar Besar), Pasar Kliwon, Pasar Legi, Pasar Pahing (Pasar Nangka), Pasar Wage (Pasar Jongke), Pasar Nglorengan/Slompretan/Klewer, dan lain-lain.

Demikianlah kota cepat berkembang, pada masa Paku Buwana IV kota Sala sudah hampir sama dengan kota Sala jaman Paku Buwana X. Lebih-lebih setelah dibangun jembatan Jurug dan Jembatan Bacem, banyak pedagang dari luar kota berdatangan berdagang di kota Sala.
Hal lain yang perlu ditambahkan adalah adanya tradisi pemberian nama tempat dan nama orang dalam masyarakat Jawa. Nama-nama tempat/kampung dan nama orang di Surakarta juga dipengaruhi tradisi ini.

Tradisi pemberian nama pada setiap masyarakat bangsa tidak mesti sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan budayanya. Orang Indian menggunakan tradisi Totemisme, orang Cina menggunakan tradisi She, dan sebagainya.
Pada orang Jawa, tradisi pemberian nama agak unik. Apabila kata bin atau binti menunjukkan tradisi Islam bila bin atau ibn menunjukkan keturunan laki-laki, maka binti adalah untuk anak perempuan.
Di beberapa suku bangsa sering menggunakan nama marga untuk menunjukkan keluarga besar, Klan atau sukunya. Misalnya marga Harahap, Sihombing, Nainggolan dan sebagainya dan biasanya digunakan oleh beberapa suku bangsa di Sumatera Barat dan Tengah. Fungsi marga ini sama seperti She dalam tradisi Cina
Pada tradisi pemberian nama orang Jawa sepanjang sejarahnya hampir selalu mengalami perkembangan akibat budaya dan monesisnya dari jamannya.

Pada masa Jawa Hindu, yaitu masa antara abad ke 5 – 11 pengaruh Hinduisme masih sangat kuat. Maka nama-nama yang dipakai bernafaskan keagamaan Hindu. Bahkan ada unsur awatara ( penitisan atau inkarnasi ) masuk ke dalam pemberian nama tersebut.

Hingga hal ini memudahkan bagi kita untuk menetapkan yang bersangkutan itu menganut agama apa. Namun demikian, akibat kurangnya data sejarah, kita sangat sulit untuk dapat menemukan nama masa kanak-kanak ( nama pribadi ).
Nama-nama yang kita peroleh dari sumber sejarah yang kita temukan berupa prasasti, merupakan nama ketika berkuasa ( period name ) atau mungkin bahkan nama Prabasuyasa atau percandian ( temple name ).
Hanya pada masa awal Mataram Hindu, nama-nama yang kita temukan kelihatannya seperti nama pribadi, bukan nama jabatan ( sebagai penguasa ) misalnya : Purnawarman, Sanjaya, Sanaha, Pancapana, Warak, Garung, Pikatan dan sebagainya yang semuanya berciri nama pribadi.

Selanjutnya kita temukan nama Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu atau Rakai Watukura Ishwara Kesawasawatungga ( Samarattungga ) yang bernafaskan Syiwaisme adalah nama untuk raja Balitung dari Kerajaan mataram Hindu.

Sesudah masa Balitung ini, maka nama raja-raja biasanya menggunakan nama ketika memerintah ( period name ) serta nama percandiannya ( temple name ) Misalnya : Dakshatama Bahubraja Pratipakshaya untuk raja Daksa, juga bernafaskan Syiwaisme. Pangganti Raja Daksa ialah Rakai Layang Dyah Tulodong Shri Sajjanasanmaturaga Tunggadewa untuk raja Tulodong, dan Rakai Pangkaya Dyah Wawa Shri Wijayalokanamatungga untuk raja Wawa. Nama-nama tersebut merupakan nama percandian ( temple name )

Selanjutnya pada masa Jawa Timur, terutama pada masa Medang Kahuripan dan Kediri mulai terjadi sedikit perubahan. Pada masa ini sifat Hinduisme sudah agak berkurang dan mengarah ke Hindu Jawa. Sifat kewisnuan nampak kuat disamping unsur Asli mulai muncul. Latar belakang pemakaian nama Dewa (Iswara, Vajra, Ishana, Dewa, Lokeswara, Uttunggadewa, dan sebagainya) menunjukkan masih kuatnya pengaruh ajaran inkarnasi dalam Hinduisme.

Peristiwa demikian ini terjadi lagi pada masa Islam yang dengan menggunakan nama-nama seprti Muhammad, Fatahillah, Abdul Mufakir, Yusuf dan sebagainya menunjukkan nafas keislaman.

   
 

SILSILAH KERAJAAN MATARAM ISLAM


oleh Kraton Surakarta pada 24 Juni 2010 jam 10:10

Demak

* Raden Patah (1478 - 1518)
* Pati Unus (1518 - 1521)
* Sultan Trenggono (1521 - 1546)
* Sunan Prawoto (1546 - 1549)

Kesultanan Pajang

* Jaka Tingkir, bergelar Sultan Hadiwijoyo (1549 - 1582)
* Arya Pangiri, bergelar Sultan Ngawantipuro (1583 - 1586)
* Pangeran Benawa, bergelar Sultan Prabuwijoyo (1586 - 1587)

Mataram Baru

Daftar ini merupakan Daftar penguasa Mataram Baru atau juga disebut sebagai Mataram Islam. Catatan: sebagian nama penguasa di bawah ini dieja menurut ejaan bahasa Jawa.

* Ki Ageng Pamanahan, menerima tanah perdikan Mataram dari Jaka Tingkir
* Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 - 1601), menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka.
* Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang) (1601 - 1613)
* Adipati Martapura (1613 selama satu hari)
* Sultan Agung (Raden Mas Rangsang / Prabu Hanyakrakusuma) (1613 - 1645)
* Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum) (1645 - 1677)

Kasunanan Kartasura
Lihat pula: Kasunanan Kartasura

1. Amangkurat II (1680 – 1702), pendiri Kartasura.
2. Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka.
3. Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
4. Amangkurat IV (1719 – 1726), leluhur raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.
5. Pakubuwana II (1726 – 1742), menyingkir ke Ponorogo karena Kartasura diserbu pemberontakl; mendirikan Surakarta.

Kasunanan Surakarta
Lihat pula: Kasunanan Surakarta
Lambang Pakubuwana

1. Pakubuwana II (1745 - 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745
2. Pakubuwana III (1749 - 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
3. Pakubuwana IV (1788 - 1820)
4. Pakubuwana V (1820 - 1823)
5. Pakubuwana VI (1823 - 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
6. Pakubuwana VII (1830 - 1858)
7. Pakubuwana VIII (1859 - 1861)
8. Pakubuwana IX (1861 - 1893)
9. Pakubuwana X (1893 - 1939)
10. Pakubuwana XI (1939 - 1944)
11. Pakubuwana XII (1944 - 2004)
12. Gelar Pakubuwana XIII (2004 - sekarang) diklaim oleh dua orang, Pangeran Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.

Bagikan

    2 orang menyukai ini.
        Agustine Susi Mulyati Saya minta silsilah lengkap Pakubuwana II..terima kasih.
        07 Juli 2010 jam 10:23
        Sofyan Dalam Kesunyian saya minta silsilah ke atas dari Kanjeng Sesuhunan Pakubwana I,
        Terima kasih,,,,,,,, (^_^)
        12 Juli 2010 jam 16:55 · 1 orang
        Carlo Ancala kawulo nyuwun silsilahipun waonten ngajEng puniko pEnuh nggiEh..
        Suwun.
        19 Agustus 2010 jam 14:29
        Anindya Permata Murwidiani punapa pareng kulo nywun silsilahipun Kanjeng Pakubuwona 1 lengkap..matur nuwun
        04 Oktober 2010 jam 20:52
        Kraton Surakarta menawi badhe priksa sumangga tindhak datheng pustaka kraton surakarta
        matur nuwun
        22 Januari jam 13:41 · 1 orang
        Anindya Permata Murwidiani Matur nuwun sanget sampun ngaturi pirsa informasa dumateng kulo,insyalloh menawi sela bade sowan dumateng pustaka kraton..matur nuwun.
        22 Januari jam 14:07
        Citra Cepu kulo bade nyuwun prekso mnopo wonten ing surokarto hadiningrat meniko gelar "Kangjeng raden mas tumenggung maulana pandu purnomo purwo hadi kesumo,.matur sembah nuwun sak derengipun gih mas.
        22 Januari jam 14:25
        Sofyan Dalam Kesunyian Saya kira udah cukup jelas informasinya, matur sembah nuwun Keraton Surakarta.... :-)
        22 Januari jam 17:07
        Sofyan Dalam Kesunyian Imsya allah kalau udah nikah nti, kulo bade sowan dumateng pustaka keraton, matur sembah nuwun sanget...
        22 Januari jam 17:12
        Anindya Permata Murwidiani Nyuwun pirsa punapa wonten ing Kraton srakato asma KRM Suryadu Suryoningrat( Mas Tut) asma alit..?
        23 Januari jam 7:37
        Citra Cepu yg aku tanya kraton surakarta kok yg menjawab sofyan woalah.hehe
        23 Januari jam 15:14

Senin, 25 April 2011

CHAOS THEORY BY BILL WILLIAM


Overview
Bill William mengembangkan konsep trading yang unik dengan menggabungkan psikologi trading
dengan Theory Chaos dan efek istimewa yang terjadi di dalam market. Dia berpendapat bahwa
keuntungan dari trading dan investing ditentukan oleh psikologi manusia dan bahwa setiap orang
bisa menjadi seorang trader/investor yang profitable jika mereka memahami apa yang terjadi pada
market yang bergerak acak.
Bill William mengatakan fundamental atau teknikal analysis tidak bisa menjamin hasil profit yang
konsisten karena mereka tidak melihat keadaan yang sebenarnya dari market. Lebih lanjut, Bill
William mengatakan bahwa trader kebanyakan rugi karena mereka mengandalkan tipe analisis yang
berbeda-beda, di mana menjadi tidak berguna pada model dinamis nonlinear, yaitu pada market
sesungguhnya.
Trading adalah permainan psikologi, cara untuk merealisasikan diri dan pengetahuannya, jadi cara
terbaik untuk menjadi sukses yaitu mencari gaya trading anda sendiri, mengenal trading anda
dengan baik dan menjalankannya apapun yang terjadi. Untuk itu, ada 2 aspek yang signifikan:
pengetahuan tentang diri sendiri dan memahami struktur market itu sendiri.
Berikut ini adalah pandangan Bill William tentang mudahnya menghasilkan uang jika anda
memahami struktur dari market/pasar. Untuk melakukan hal tersebut anda harus mengetahui bagian
yang tak terpisahkan dari market yang dinamakan dimensi.
Dimensi pasar tersebut adalah:
• Fractal (phase space)
• Momentum (phase energy) - Awesome Oscillator
• Acceleration / Deceleration (phase force)
• Zone (phase energy / force combination)
• Balance Line (strange attractors)
Perlu diketahui dan yang terpenting adalah sebelum dimensi pertama (Fractal) muncul, semua
sinyal yang dibentuk oleh setiap dimensi harus di abaikan. Ketika posisi sudah terbuka pada arah
yang sama yang dibentuk oleh sinyal fractal, trader boleh menambah posisi di setiap sinyal yang
diberikan oleh dimensi lainnya. Hasilnya, 30% dari pergerakan harga dapat memberikan
kesempatan untuk meraih profit 90-120%
Metode exit the market dari Bill William sangat sensitive terhadap pergerakan harga, jadi metode
tersebut dapat membantu untuk mendapatkan profit sampai dengan 10% terakhir dari trend, dapat
menangkap tidak kurang dari 80% pergerakan trend. Teori Bill William ini menjadi popular di
kalangan trader forex.
Alligator and Gator
The Alligator
Bill William menggambarkan Alligator sebagai sebuah kompas yang bisa menjaga trading anda
berada pada arah yang benar. Alligator membantu anda berada pada arah yang sebenarnya dan tidak
keluar dari range trading yang biasanya selalu menghasilkan kekalahan. Alligator adalah kombinasi
dari 3 balance line:
The Alligator
Alligator's Jaw (the blue line) - 13-period moving average at the mid price (High+Low)/2, which is
offset 8 bars into the future;
Alligator's Teeth (the red line) - 8-period moving average at the mid price (High+Low)/2, which is
offset 5 bars into the future;
Alligator's Lips (the green line) - 5-period moving average at the mid price (High+Low)/2, which is
offset 2 bars into the future.
Jika ketiga garis sejajar (saling berhimpitan) maka Alligator sedang tidur dan market berada di
dalam keadaan range-bound. Semakin panjang Aligator tidur maka semakin lapar lah si Alligator.
Ketika Alligator bangun dari tidur yang panjang, sang Alligator akan berburu harga sejauh
mungkin, oleh karena itu pergerakan harga sangat kuat sekali pada keadaan ini. Jika Alligator
sedang tidur, usahakan jangan bergerak dulu. Ketika Alligator terbangun, Alligator akan membuka
mulut (Balance lines diverge) dan memulai perburuan. Setelah cukup kenyang, Alligator akan tidur
kembali (Balance Lines converge), jadi saatnya untuk mengambil profit.
Jika Alligator tidak dalam keadaan tidur, market berarti dalam keadaan uptrend atau downtrend
• jika harga berada di atas mulut Alligator maka harga sedang uptrend
• jika harga berada di bawah mulut Alligator maka harga sedang downtrend
Alligator juga membantu kita memahami karakter dari Elliot waves:
• jika harga di luar mulut Alligator maka Elliot wave yang terjadi adalah benar
• jika harga di dalam mulut Alligator maka Elliot wave yang terjadi agak rancu kebenarannya
The formula for the Alligator:
MIDPOINT PRICE = ( HIGH + LOW ) / 2
ALLIGATOR'S JAW = SMMA ( MIDPOINT PRICE, 13, 8 )
ALLIGATOR'S TEETH = SMMA ( MIDPOINT PRICE, 8, 5 )
ALLIGATOR'S LIPS = SMMA ( MIDPOINT PRICE, 5, 3 )
Where:
• HIGH - the highest bar price;
• LOW - the lowest bar price;
• SMMA (A, B, C) - smoothed moving average (A - smoothed data, B - smoothing period, C -
move into the future),
• ALLIGATOR'S JAW - blue line;
• ALLIGATOR'S TEETH - red line;
• ALLIGATOR'S LIPS - green line.
The Gator Oscillator
Gator Oscillator memperlihatkan tingkat dari convergence/divergence terhadap Balance Lines:
Gator Oscillator ditampilkan sebagai 2 histogram
• Histogram yang di atas garis 0 memperlihatkan jarak antara garis biru dengan garis merah
(antara rahang dengan gigi Alligator)
• Histogram yang di bawah garis 0 memperlihatkan jarak antara garis merah dengan garis
hijau (antara gigi dengan bibir Alligator)
Semua bar dari setiap histogram berwarna hijau dan merah
• Histogram bar berwarna merah jika bar tersebut lebih rendah dari bar sebelumnya
• Histogram bar berwarna hijau jika bar tersebut lebih tinggi dari bar sebelumnya
Gator Oscillator sangat jelas menunjukkan convergence (pemusatan) dan jalinan dari Balance Lines
ketika Alligator sedang tidur atau bagun sehingga membantu kita mengidentifikasi sebuah trend.
Fractals
Bill William mengatakan bahwa lebih baik jangan lakukan trade sebelum fractal pertama terbentuk
Sebuah buy fractal adalah sebuah rangkaian 5 bar berurutan di mana titik tertinggi di dahului oleh 2
buah lower high dan diikuti oleh 2 buah lower high. Demikian juga kebalikannya yang disebut sell
fractal. Kedua fractal (Buy dan Sell) berada pada candle.
Fractal terbentuk memungkinkan hadirnya sinyal:
• Jika sebuah buy fractal berada di atas Alligator teeth (garis merah) pasang BUY STOP satu
titik di atas HIGH (candle yang hadir bersama fractal)
• Jika sebuah sell fractal berada di bawah Alligator teeth (garis merah) pasang SELL STOP
satu titik di bawah LOW (candle yang hadir bersama fractal)
Sinyal Fractal dikatakan valid hinggai terbentuknya fractal yang sama pada arah yang sama ( pada
kasus ini sinyal sebelumnya harus di abaikan dan pending order harus di delete)
Fractal adalah objek dari dimensi pertama. Hanya setelah terjadi breakout pada fractal pertama,
maka sinyal yang masih searah yang akan terbentuk kemudian dapat digunakan atau tetap valid.
Sinyal dari fractal kedua ini dapat digunakan untuk menambah posisi baru yang sama.
Awesome Oscillator (AO)
Awesome Oscillator (AO) Overview
Awesome Oscillator (AO) menggambarkan momentum sebuah market (bagian kedua dari 5
dimensi market) yang memberikan waktu 5 bar terakhir yang dibandingkan dengan momentum
pada 34 bar terakhir.
Awesome Oscillator (AO) secara sederhana adalah perbedaan antara periode 34 dan 5 SMA
terhadap bar’s midpoints (H+L)/2. Awesome Oscillator (AO) digambarkan pada chart sebagai
histogram.
Di MetaTrader 4 setiap histogram bar di mana lebih tinggi daripada sebelumnya diwarnai oleh
hijau, setiap histogram di mana lebih rendah dari sebelumnya diwarnai oleh merah.
Awesome Oscillator membentuk 3 sinyal BUY dan 3 sinyal SELL, tetapi jangan gunakan sampai
fractal pertama buy atau sell terbentuk di luar mulut Alligator.
The Awesome Oscillator Saucer buy signal
Sinyal Buy Awesome Oscillator Saucer terbentuk ketika histogram berada di atas garis nol berubah
arahnya dari turun menjadi naik.
Histogram A di setiap warna, harus lebih tinggi daripada Histogram B. Pada contoh di atas
Histogram B berwarna merah. Histogram C yang merupakan sinyal harus berwarna hijau
Ketika sinyal telah terbentuk, tempatkan BUY STOP satu titik di atas harga tertinggi yang sejajar
dengan Histogram C
Semua saucer signal yang lalu akan secara otomatis menjadi tidak berlaku lagi ketika sinyal saucer
berikutnya muncul (jangan lupa untuk mendelete pending order ketika sinyal tersebut tidak berlaku
lagi).
Pastikan bahwa kita hanya BUY jika hanya histogram saat ini berwarna hijau dan SELL jika
histogram berwarna merah.
Awesome Oscillator Saucer sell signal
Sinyal Sell Awesome Oscillator adalah kebalikan dari sinyal buy Awesome Oscillator. Sinyal ini
muncul ketika histogram yang berada di bawah garis 0 berubah arah dari naik ke turun.
Histogram “A” dari warna apa saja harus lebih rendah daripada histogram ”B”. Dalam kasus ini
Histogram ”B” akan berwarna hijau. Histogram ”C” berwarna merah.
Ketika sinyal telah terbentuk, tempatkan SELL STOP satu titik di atas harga tertinggi yang sejajar
dengan Histogram C
Semua saucer signal yang lalu akan secara otomatis menjadi tidak berlaku lagi ketika sinyal saucer
berikutnya muncul (jangan lupa untuk mendelete pending order ketika sinyal tersebut tidak berlaku
lagi).
Awesome Oscillator cross buy (sell)
Sebuah sinyal buy terbentuk ketika histogram berpotongan di garis 0 dari arah bawah demikian
sebaliknya
Tempatkan BUY STOP atau SELL STOP satu titik di atas (buy) atau di bawah (sell) harga tertinggi
atau terendah dari candle yang sejajar dengan histogram pertama yang memotong garis 0.
Twin peaks signals
Sinyal BUY atau SELL yang disebut sinyal Twin Peaks buy(sell) terbentuk ketika histogram lebih
rendah(lebih tinggi) daripada garis 0, dan terbentuk 2 lembah yang tidak sama tingginya di mana
lembah yang kedua lebih tinggi daripada puncak kedua (buy) atau terbentuk 2 puncak yang tidak
sama tingginya di mana puncak yang kedua lebih rendah daripada puncak kedua (sell). Di antara
kedua puncak, histogram tidak boleh lebih rendah dari garis 0 (buy) dan di antara kedua lembah
tidak boleh lebih tinggi dari garis 0 (sell).
Sinyal Buy yang dihasilkan oleh kedua lembah ini valid jika terbentuk di bawah garis 0 sedangkan
sinyal Sell yang dihasilkan oleh kedua puncak ini benar jika terbentuk di atas garis 0.
Tempatkan BUY STOP atau SELL STOP satu titik lebih tinggi (buy) atau terendah (sell) dari sinyal
bar. Pada kasus ini sinyalnya berada pada histogram C namun harus menunggu histogram ini
terbentuk terlebih dahulu yang artinya pada histogram berikutnyalah setelah C muncul kita
menempatkan pending order kita.
Jangan tempatkan BUY pada histogram yang berwarna merah dan jangan tempatkan SELL pada
histogram yang berwarna hijau. Jika histogram yang tidak bersahabat itu terjadi sebelum pending
order kita tereksekusi berdasarkan sinyal Awesome Oscillator ini, maka abaikan sinyal sebelumnya
dan cancel semua pending order tadi.
Acceleration / Deceleration Oscillator (AC)
Acceleration/Deceleration Oscillator (AC) mengukur percepatan dan perlambatan dari momentum
yang ada (dimensi ketiga dari pasar)
Acceleration / Deceleration Oscillator (AC) overview
Bill William mengatakan bahwa sebelum harga berubah, momentum berubah, dan bahkan
momentum belum berubah, kita bisa melihat perubahan tersebut pada akselerasinya.
Acceleration / Deceleration Oscillator (AC) histogram in MetaTrader 4 is the difference between
5/34 momentum histogram (Awesome Oscillator) and a 5-bar simple moving average on the
Awesome Oscillator:
MIDPOINT PRICE = ( HIGH + LOW ) / 2
AO = SMA ( MIDPOINT PRICE, 5 ) – SMA ( MIDPOINT PRICE, 34 )
AC = AO – SMA ( AO, 5 )
Where:
• HIGH - the highest bar price;
• LOW - the lowest bar price;
• SMA - simple moving average;
• AO - Awesome Oscillator.
Tidak seperti Awesome Oscillator, jika Accelaration/Deceleration Oscillator (AC) berpotongan di
garis 0, itu bukan merupakan sebuah sinyal. Meskipun begitu, kita tetap jangan BUY jika histogram
berwarna merah dan jangan sell jika berwarna hijau.
Buy above the zero line / sell below the zero line
Sebuah sinyal BUY di atas garis 0 terbentuk ketika ada 2 histogram muncul berurutan (sebuah
histogram hijau adalah histogram yang tingginya lebih tinggi daripada histogram sebelumnya yang
juga tinggi).
Histogam berada di atas zero line. Tempatkan BUY STOP satu titik di atas harga tertinggi yang
sejajar dengan histogram kedua yang tinggi.
Sebuah sinyal SELL di bawah garis 0 terbentuk ketika ada 2 histogram muncul berurutan (sebuah
histogram merah adalah histogram yang rendahnya lebih rendah daripada histogram sebelumnya
yang juga rendah). Histogam berada di bawah zero line. Tempatkan SELL STOP satu titik di
bawah harga terendah yang sejajar dengan histogram kedua yang rendah
Buy below the zero line / sell above the zero line
Jika histogram di bawah garis nol, sebuah sinyal buy terbentuk ketika ada 3 histogram hijau muncul
berurutan. Tempatkan BUY STOP satu titik di atas harga tertinggi yang sejajar dengan no 3 bar
tertinggi.
Jika histogram berada di atas garis nol, sinyal SELL terbentuk ketika ada 3 histogram merah
muncul berurutan
Tempatkan SELL STOP satu titik di bawah harga terendah dari candle harga yang sejajar dengan
no 3 candle terendah (“D”)
Jika histogram “B” atau “C” memotong garis 0, maka histogram C menjadi sebuah sinyal, dan tidak
perlu menunggu histogram “D” muncul.
• Tidak peduli sinyal apa yang terbentuk anda harus mengabaikan semuanya hingga fractal
buy atau sell pertama muncul di luar mulut Alligator (garis merah)
• Anda harus mengabaikan sinyal yang tidak sama arahnya pada sinyal fractal
• Jika Acceleration/Deceleration Oscillator membentuk sinyal tetapi histogram berubah warna
sebelum pending order tersentuh, maka sinyal tadi harus diabaikan dan batalkan pending
order yang ada.
Trading in the Zone
Ketika AO dan AC memiliki arah yang sama (sama-sama hijau atau merah) ini berarti momentum
memiliki arah akselerasi yang bagus sekali. Beberapa situasi yang bisa memberikan kesempatan
untuk membuat Zonw (Dimensi ke empat) adalah:
• Jika kedua histogram (AC dan AO) hijau, ini didefiniskan sebagai Green Zone (sebuah
market yang sedang bullish)
• Jika keduanya merah, ini adalah Red Zone (sebuah market yang sedang bearish)
• Jika histogram memiliki warna yang berbeda ini disebut Gray Zone (market sedang dalam
masa transisi)
Untuk membuka sebuah posisi buy pada Green Zone (posisi sell di Red Zone) anda butuh paling
tidak 2 bar hijau(merah) yang berurutan, dan close price pada bar kedua harus lebih tinggi (rendah)
daripada closing price sebelumnya
Meskipun demikian, Zone harus sudah berhenti ketika muncul 5 histogram hijau atau merah karena
biasanya jarang sekali terjadi di market lebih dari 6-8 bar dalam satu warna yang sama (AC dan
OC). Setelah bar ke lima terjadi, tempatkan STOP LOSS satu titik di bawah harga terendah untuk
BUY dan di atas harga tertinggi untuk SELL pada candle yang sejajar dengan histogram ke lima
tersebut. Jika Stop Loss tidak tersentuh di candle berikutnya, maka anda harus mengubah Stop Loss
satu titk di bawah atau di atas pada bar ke 6.
Balance Line Trades
Balance Line trades overview
Balance Line traders merupakan dimensi ke lima dari chaos theory. The Balance Line adalah garis
yang menunjukkan tidak adanya informasi yang akan datang yang bisa mempengaruhi market
(Chaos). Perhitungan matematika dan model analisis komputerisasi membantu Bill William
menemukan Balance Line dan membuat sebuah histogram, di mana bisa digunakan untuk
membedakan jarak antara harga dan Balance Line. Secara mengejutkan Bill William menemukan
jarak ini yang bisa dilihat oleh histogram AO
Kapanpun informasi baru muncul di market, sangatlah mudah (dengan membuang energi sedikit)
untuk harga bergerak pergi menjauh dari Balance Line daripada bergerak mendekatinya atau
kebalikannya lebih mudah bergerak turun daripada naik
Informasi baru pada chart harga
Ide dari dimensi kelima:
• Buyers lebih lemah pada “b” dibandingkan dengan “a”. Ini membuktikan bahwa tinggi bar
“b” lebih rendah daripada tinggi bar “a”
• Mengapa sellers lebih kuat pada “b”? Alasan yang kuat untuk informasi tersebut terletak
pada market (pada gambar diperlihatkan oleh kotak bertanda silang) dan mengubah
keseimbangannya
• Jika buyers menjadi lebih kuat dan menaikkan market (lihat pada bar c) daripada tinggi bar
“a” ini berarti keseimbangan market berubah dan ini mungkin pertanda sinyal pertama yang
bisa dibuat pada dimensi kelima
Bar “b” adalah bar dasarnya
• Bar dasar untuk sinyal buy ketika bar saat ini yang tingginya lebih rendah daripada tinggi
bar naik sebelumnya (gambar bar “b” di atas). Ini mungkin bar yang tepat untuk dijadikan
sinyal; contoh, bar “b” ketika belum ada bar “c”
• Bar dasar untuk sinyal sell ketika bar saat ini yang rendahnya lebih tinggi daripada bar
turun sebelumnya (ini mungkin bar yang tepat untuk dijadikan sinyal)
Tiga prinsip utama dari Balance Line:
• 1) membaca chart dari kanan ke kiri
• 2) Jika anda mencari sinyal BUY, lihat hanya pada titik tertinggi saja sebagai acuan. Jika
anda menunggu sinyal SELL, lihat titik terbawah saja sebagai acuan.
• Tunggu bar dasar terbentuk terlebih dahulu (seperti digambarkan di atas)
Jika anda menemukan bar dasar untuk sinyal BUY atau SELL maka anda sudah setengah jalan
untuk menemukan dimensi ke lima ini.
Ingat, jangan Open Position menggunakan sinyal dari dimensi 2-5 sebelum sinyal yang dibentuk
oleh fractal terbentuk lebih dahulu. Juga, anda harus menggunakan sinyal fractal ini sesuai dengan
sinyal yang diberikan dimensi 2-5 tersebut.
Buy signal above the Balance Line
Jika harga berada di atas Balance Line dan anda sedang menunggu sinyal BUY, maka tunggulah
harga bergerak menjauhi Balance Line
Principle 4:
• 4) Jika anda menunggu harga menjauh dari Balance Line maka anda memerlukan satu lagi
titik tertinggi untuk buy atau titik terendah untuk sell. Jika benar adanya, harga akan
bergerak menjauh dari Balance Line, maka anda membutuhkan 2 titik tertinggi lagi untuk
buy atau 2 titik terendah lagi untuk sell.
Sinyal BUY di atas Balance Line
Ikuti petunjuk ini, untuk sinyal BUY anda harus menunggu harga untuk naik kembali yang
tingginya lebih tinggi daripada titik tertinggi sebelumnya di mana puncaknya lebih tinggi daripada
bar dasar
Mari kita asumsikan seperti ini: pada chart anda melihat bar “1” dan semua bar-bar sebelumnya.
Dan tentu saja anda belum melihat bar “2”. “3”, “4”. Pada point ini, bar “1” dapat dijelaskan
sebagai bar dasar untuk sinyal BUY dikarenakan pada bar “1” mempunyai titik tinggi yang lebih
rendah dibandingkan dengan bar-bar sebelumnya.
Prinsip utama dari Sinyal Buy di atas Balance Line adalah tempatkan BUY STOP pada 1 titik
tertinggi pada harga tertinggi bar sebelum bar “1”
Ketika Bar “2” pada chart mempunyai titik tertinggi lebih rendah daripada bar “1”, maka bar “2”
menjadi bar dasarnya bukan bar “1” lagi. Pending Order sebelumnya harus di batalkan dan
tempatkan BUY STOP pada satu titik tertinggi di atas bar “1” (bar yang terletak dibelakang bar
dasar “2”). Hal yang sama terjadi pada bar “3” dan bar “B”. Ketika bar “B” menjadi bar dasarnya
maka pending order ditempatkan 1 titik di atas titik tertinggi bar “3”
Ketika bar ke “4” terbentuk, dan bar “B” masih menjadi bar dasar, contoh jika anda membaca dari
kanan ke kiri, bar “B” ini menjadi yang pertama dengan memperlihatkan titik tertinggi yang paling
rendah dibandingkan dengan bar sebelumnya. Ketika tinggi dari bar “4” lebih rendah daripada garis
pending order, maka anda belum masuk market. Tetapi kemudian bar ”6” terbentuk dengan puncak
nya lebih tinggi daripada bar dasar tadi, sehingga BUY STOP anda tereksekusi maka anda telah
masuk market berdasarkan Sinyal Buy di atas Balance Line
Buy signal below the Balance Line
Jika anda BUY di bawah Balance Line yang anda harapkan adalah harga akan bergerak mendekati
Balance Line (menuju ke atas). Ingat prinsip ke 4:
• 4) Jika harga bergerak menjauh dari Balance Line maka anda membutuhkan satu lagi bar
tertinggi baru untuk buy atau terendah untuk sell. Jika ini terjadi, maka ketika harga akan
bergerak mendekati Balance Line sehingga anda membutuhkan 2 bar tertinggi berikutnya
untuk buy atau 2 bar terendah berikutnya untuk sell.
Ini berarti anda membutuhkan 2 bar tertinggi untuk mendapatkan sinyal BUY di bawah Balance
Line
Ketika bar “B” terbentuk dan menjadi bar dasarnya maka bar “B” mempunyai tinggi yang lebih
rendah daripada tinggi bar sebelumnya jika anda membacanya dari kanan ke kiri. Agar dapat
membentuk sebuah sinyal BUY di bawah Balance Line anda membutuhkan 2 bar yang lebih tinggi
di sebelah kiri dari posisi bar “B”. Di antara 2 bar tersebut yang pertama adalah bar “3”. (Karena
Bar “2” tidak memenuhi persyaratan untuk membentuk sinyal di mana tingginya lebih rendah
daripada bar ”3” maka bar ”2” dianggap tidak ada). Kemudian Bar ”1” adalah bar kedua tertinggi
yang anda cari karena tingginya di atas bar ”3”. Untuk itulah mengapa anda harus menempatkan
sebuah BUY STOP 1 titik di atas titik tertinggi yang dibentuk oleh bar ”1”
Ketika bar “4” terjadi dan tidak ada yang berubah: bar dasar masih berada pada bar ”B” dan
pending order belum tersentuh. Pada Bar ”5” tidak ada yang berubah juga. Dan ketika bar ”6”
terbentuk dan pending order sudah tersentuh maka sinyal BUY di bawah Balance Line telah
terbentuk.
Sell signal below the Balance Line
Sinyal sell di bawah Balance Line mempunyai prinsip yang sama dengan Sinyal Buy di atas
Balance Line. Dalam kedua kasus ini anda mengharapkan harga akan bergerak menjauh dari
Balance Line. Berdasarkan prinsip ke 4 (digambarkan di atas) anda hanya memerlukan 1 bar
terendah untuk membentuk sebuah sinyal:
Mari kita asumsikan seperti ini, pada chart harga, anda melihat bar “B” dan semua bar di
belakanganya. Jika anda membaca dari kanan ke kiri, maka bar ”B” menjadi bar dasar, yang bisa
kita lihat pada bar di belakangnya memiliki titik bawah yang lebih tinggi daripada bar sebelumnya.
Anda hanya membutuhkan titik terendah dari bar paling bawah untuk menempatkan SELL STOP
satu titik di bawah bar ”1”. Ketika bar ”2” muncul dan tidak ada yang berubah: maka bar ”B” masih
menjadi bar dasar dan pending order pun belum tersentuh. Pada Bar ”3” pun belum terjadi apa-apa.
Yang harus di ingat adalah ketika bar berikutnya (sebelum sell stop tersentuh) menjadi bar dasar
yang baru, sinyal sebelumnya harus diabaikan, dan pending order sebelumnya harus di batalkan
pula. Pada kasus ini, hal tersebut tidak terjadi. Ketika bar “4” terbentuk, pending order pun telah
tersentuh maka Sinyal Sell di bawah Balance Line telah terjadi..
Sell signal above the Balance Line
Sinyal Sell di atas Balance Line mempunyai prinsip yang sama dengan sinyal Buy di bawah
Balance Line
Pada kedua kasus ini yang diharapkan adalah harga akan bergerak menuju Balance Line.
Berdasarkan prinsip ke 4, anda hanya membutuhkan 2 titik terendah untuk menghasilkan sebuah
sinyal
Mari kita asumsikan bahwa pada chart anda melihat bar ”2” dan semua bar di belakangnya. Bar ”2”
menjadi bar dasar sebagai contoh bar ini menjadi yang pertama yang mempunyai titik bawah yang
lebih tinggi daripada bar dibelakangnya. Untuk memastikan harga cenderung bergerak ke arah
Balance Line, anda membutuhkan 2 buah titik terendah untuk membentuk sebuah sinyal.
• Bar pertama dari kanan ke kiri, yang memiliki titik terendah lebih rendah terhadap base bar.
Ini adalah bar “1”
• Bar pertama dari kanan ke kiri, yang memiliki titik terendah dari bar “1”. Ini adalah bar “0”
Inilah kenapa setelah bar “2” muncul, anda harus menempatkan sebuah SELL STOP satu titik di
bawah titik terendah pada bar “0”. Ketika bar ”3” dan ”4” muncul tidak ada yang berubah: bar ”2”
tetap menjadi bar dasarnya dan pending order belum tersentuh.
Ketika bar “B” muncul:
• Maka Bar “B” menjadi bar dasarnya dan pending order yang berada di bar “0” harus di
deleted
• Sebuah SELL STOP yang baru di tempatkan di bawah bar “1” (titik terendah bar “4” lebih
rendah daripada titik terendah bar dasar “B”, dan titik terendah bar “1” lebih rendah
daripada titik terendah dari bar “4”)
• Pending order tersentuh pada bar “6” dan Sinyal Sell di atas Balance Line telah terjadi
Tidak peduli sinyal apa yang akan terbentuk, anda harus mengabaikannya hingga terbentuk sinyal
fractal yang terbentuk di luar Alligator mouth
Anda juga harus mengabaikan sinyal yang tidak sama arahnya dengan sinyal pertama yang dibentuk
oleh fractal
Untuk semua sinyal yang dibentuk oleh kelima dimensi tadi, ada 2 prinsip di mana akan membantu
anda mengenali false signal:
• Jangan sell di atas atau buy di bawah mulut Alligator
• Jika bar saat ini berada pada RED atau GREEN ZONE (lihat kembali halaman Trading in
the Zone) diperlukan pasangan 2 buah puncak untuk membentuk sinyal BUY dan pasangan
2 buah lembah untuk membentuk sinyal SELL
Exit the Market
How to place Stop Loss orders
Bill William memberikan rekomendasi berkenaan dengan STOP LOSS:
• Jika pada pembukaan market sedang trending, maka sebaiknya menutup posisi jika harga
close dari bar memotong Alligator’s teeth (garis merah)
• Jika market sedang volatile, gunakan Alligator’s Lips (garis hijau) sebagai titik untuk
menempatkan Stop Loss. Karakteristik mrket sedang volatile ketika sudut kecenderungan
harga lebih besar dari garis hijau. Pada kedua kasus di atas, pada akhir bar saat itu, Stop
Loss di ganti ke level garis merah atau garis hijau pada bar berikutnya.
• Ketika histogram ke lima terjadi pada Green Zone atau Red Zone tempatkan Stop Loss di
bar yang sejajar dengan histogram tersebut. Jika Buy maka di titik terendah bar dan Sell di
titik tertinggi bar
• Tutup semua posisi jika sebuah sinyal berlawanan muncul. Bullish divergence / bearish
convergence di antara Awesome Oscillator dan sinyal harga menunjukkan trend telah
berakhir.
Divergence di antara harga dan Awesome Oscillator adalah sinyal yang menunjukkan
bahwa trend telah lemah atau hampir berakhir.
Market Facilitation Index (BW MFI)
Market Facilitation Index (BW MFI) menganalisa jumlah harga yang berubah setiap unit dari
volume.
Market Facilitation Index (BW MFI) is calculated as follows:
MFI = (HIGH – LOW) / VOLUME
Where:
• HIGH - the highest price of the current bar;
• LOW - the lowest price of the current bar;
• VOLUME - volume of the current bar.
Sinyal dari Market Facilitation Index (BW MFI)
• Ketika BW MFI dan Volume naik pada saat bersamaan, ini berarti market sedang bergerak
satu arah dan banyak para trader ikut berpartisipasi di market tersebut. Ini adalah saat tepat
untuk berada di dalam market.
• Ketika BW MFI dan Volume turun pada saat bersamaan, ini berarti ketertarikan trader
terhadap market mulai memudar. Sering terjadi ke depannya menjadi akhir sebuah trend.
• Ketika BW MFI lebih tinggi dan Volume lebih rendah, ini berarti market secara umum
bergerak dalam satu arah tetapi tidak ada participant untuk membangun volume. Pergerakan
harga disebabkan oleh trader yang berspekulasi
• Ketika BW MFI turun dan volume naik, ini berarti ada pertarungan antara bulls dan bears
(dengan volume yang besar) dan kekuatannya hampir sama (harga tidak berubah secara
significant). Hal ini menjadikan sebuah pergerakan utama yang significant pada arah yang
berlawanan. Perhatian ditujukan pada arah harga yang akan break dari pergerakan yang
lambat ini. Bill William menyebutnya sebuah squat bar (bar yang lagi jongkok)